Jumat 27 Mar 2015 20:37 WIB

Australia Diminta Bersikap Lebih Sopan Terkait Bali Nine

Red:
Duo Bali Nine.
Foto: abc news
Duo Bali Nine.

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Ketua Australia Indonesia Business Council (AIBC) Debnath Guharoy meminta Australia, terutama politisinya untuk lebih sopan dalam menyampaikan reaksinya terkait kemungkinan eksekusi terpidana mati Bali Nine.

Kepada ABC Debnath Guharoy mengaku telah bertemu dengan pejabat pemerintah dan politisi di Canberra, guna menjelaskan upaya-upaya yang telah dilakukan di lapangan terkait isu ini.

Menurut Guharoy, Australia memang berhak untuk mengupayakan pembatalan eksekusi duo Bali Nine. Namun, katanya, ada cara yang harus dilakukan untuk tidak menyinggung perasaan orang Indonesia.

"Kita harus melakukannya secara lebih sopan, lebih beradab. Jika kita melanggar batas ini, tentu ada risikonya," kata Guharoy baru-baru ini.

Ia menolak menyebutkan kata-kata atau kalimat yang dianggapnya tidak sopan dan tidak beradab, namun menunjukkan dua contoh yang menggambarkan kemarahan orang Indonesia.

Pertama, adanya gerakan berupa #CoinsforAbbott yang memberi wadah bagi warga biasa untuk menjawab apa yang mereka anggap penghinaan. Kedua, pelibatan pesawat tempur Sukhoi mengawal pemindahan Myuran Sukumaran dan Andrew Chan ke Nusa Kambangan.

"Saya setuju dengan tujuan yang ingin dicapai Australia," kata Guharoy. "Namun saya tidak setuju caranya. Jika anda berteriak ke mereka tunggu saja pada saatnya mereka akan membalas dengan caranya sendiri. Makanya kita harus hati-hati dengan kata-kata kita sendiri."

Sementara itu Professor Andrew McIntyre dari RMIT University menyatakan berbagai inisiatif untuk hubungan kedua negara dalam atmosfir saat ini yang memerlukan persetujuan pemeringtah menjadi lebih sulit.

Professor McIntyre mengatakan memburuknya hubungan terutama mengkhawatirkan mereka yang baru memasuki dunia bisnis yang terkait dengan kedua negara.

Sementara itu Mahkamah Agung (MA) Indonesia telah menolak permohonan PK yang diajukan seorang terpidana mati kasus narkoba, yang menurut rencana termasuk dalam daftar eksekusi gelombang kedua di bawah pemerintahan saat ini.

Permohonan PK Mary Jane Veloso, terpidana mati kasus narkoba asal Filipina ini diajukan atas dasar pengakuannya bahwa ia tidak didampingi penerjemah yang baik saat persidangan sebelumnya sehingga tidak memahami jalannya sidang secara baik.

Gugatan atas keputusan presiden yang menolak grasi duo Bali Nine di PTUN Jakarta sendiri akan dilanjutkan Senin (30/3).

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement