Sabtu 18 Apr 2015 15:31 WIB

Ada Praktik Korupsi Agen Pendidikan untuk Kuliah di Australia

Red:
abc news
abc news

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Sejumlah oknum agen pendidikan yang menyalurkan mahasiswa internasional ke berbagai universitas di Australia ditengarai melakukan praktik korupsi dan pemalsuan dokumen.

Laporan investigasi Four Corner yang akan ditayangkan ABC mengungkapkan, universitas di Australia harus mengeluarkan sekitar 250 juta dolar (Rp 2,5 triliun) per tahun untuk membayar agen penyalur calon mahasiswa internasional. Diungkapkan bahwa uang komisi yang dikeluarkan pihak universitas ini sering tidak dilaporkan secara terbuka.

Laporan ABC mengungkap sejumlah agen pendidikan besar di China, yang menyalurkan mahasiswa ke universitas ternama di Sydney, Melbourne, dan Australian National University, terlibat pemalsuan berbagai dukomen pendukung untuk pendaftaran mahasiswa.

Disebutkan bahwa pihak universitas ini sebenarnya mengetahui praktik tersebut. Dalam 12 bulan terakhir misalnya, University of Western Sydney (UWS) telah memutuskan empat agen pendidikan di luar negeri karena terbukti menyodorkan dokumen palsu calon mahasiswa.

Juru bicara UWS mengakui adanya masalah tersebut, dan menambahkan "UWS membatalkan perjanjian dengan agen setelah seleksi calon mahasiswa menemukan dokumen tidak asli".

Canberra University kepada ABC juga mengakui "telah membatalkan perjanjian dengan agen pendidikan karena buruknya kinerja mereka dan perilaku tidak etis lainnya".

Sebelumnya Komisi Independen Anti Korupsi (ICAC) negara bagian New South Wales memperingatkan kalangan perguruan tinggi untuk tidak menciptakan kondisi "kondusif untuk korupsi". Peringatan ini mengemuka dalam laporan ICAC yang mengungkap adanya praktek "perlakuan lunak" dalam pemberian nilai tugas mahasiswa internasional yang membayar uang kuliah penuh.

Laporan ICAC menyatakan kalangan perguruan tinggi lebih "mengutamakan pemasukan" daripada "reputasi dan kualitas kesarjanaan".

"Direktur urusan mahasiswa internasional di salah satu universitas di New South Wales, mengakui sangat gencar memasuki pasar pendidikan India dimana pemalsuan dokumen sudah dikenal luas," kata laporan ICAC baru-baru ini.

Laporan ini menyebutkan bentuk-bentuk perilaku korup yang terjadi, termasuk pemalsuan ijazah, perilaku agen pendidikan yang bermasalah, calon mahasiswa yang hanya ingin mendapatkan visa, serta nepotisme di kampus universitas Australia yang ada di luar negeri. Selain itu, juga terjadi praktek suap, mencontek dan plagiat, serta kolusi di antara mahasiswa dan staf akademik.

Kalangan calon mahasiswa internasional ini ternyata juga tidaK menyadari bahwa universitas impian mereka itu membayar uang komisi kepada para agen pendidikan yang memasukkan mereka ke sana.

Uang komisi ini di China, misalnya, berkisar antara 2.000 hingga 10 ribu dolar (Rp 100 juta) untuk setiap mahasiswa yang disalurkan ke perguruan tinggi di Australia.

Sementara itu Deakin University di Melbourne mengakui telah membatalkan kontrak dengan dua agen pendidikan di Vietnam. University of Newcastle (UON), yang membayar uang komisi ke agen pendidikan 24 juta dolar sejak tahun 2010, mengakui mendapatkan masalah dengan mitranya di luar negeri.

"Pada Januari 2014, UON membatalkan kontrak dengan agen pendidikan yang terbukti memasukkan dokumen palsu dua calon mahasiswa," kata juru bicara UON.

Dorektur Pencegahan Korupsi ICAC, Dr Robert Waldersee, kepada ABC menyatakan salah satu perguruan tinggi mengakui bahwa sejumlah pegawainya "memiliki hubungan personal dan finansial dengan sejumlah agen pendidikan yang mereka tangani".

Laporan ABC mengungkap bahwa hanya 12 universitas dan 40 institusi publik di Australia yang secara terbuka melaporkan uang komisi yang mereka bayarkan kepada agen-agen mereka setiap tahun.

Sejumlah universitas bahwa menyiapkan laporan detail bagaimana pembayaran uang komisi itu dilakukan.

Queensland University of Technology, misalnya, membayar agen berupa uang komisi 15 persen dari uang kuliah tahun pertama untuk setiap mahasiswa yang mereka masukkan ke universitas ini.

Sedangkan Macquarie University menyatakan uang komisi itu antara 10 hingga 15 persen uang SPP tahun pertama.

Sementara RMIT University, Australian Catholic University dan University of Melbourne, semuanya berlokasi di Melbourne, menolak mengungkapkan jumlah uang komisi yang mereka bayar ke agen.

Begitu pula University of Western Australia menyatakan tidak bersedia menanggapi pertanyaan ABC.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement