Kamis 28 May 2015 17:36 WIB

Jurnalis Asing yang Ditahan di Papua Ragukan Kebijakan Jokowi

Red:
Jurnalis Perancis, Thomas Dandois (kiri) dan Valentine Bourrat (tengah) dipenjarakan saat syuting program dokumenter di Papua Barat tanpa izin memadai.
Foto: AFP
Jurnalis Perancis, Thomas Dandois (kiri) dan Valentine Bourrat (tengah) dipenjarakan saat syuting program dokumenter di Papua Barat tanpa izin memadai.

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Thomas Dandois, wartawan Perancis meragukan Pemerintah Indonesia meluluskan janjinya mencabut larangan peliputan bagi jurnalis ke Provinsi Papua. Dandois tahun lalu sempat ditahan lantaran tak memiliki izin masuk ke wilayah tersebut.

Awal bulan ini, dalam kunjungan ke Papua, Presiden Joko Widodo mengumumkan pencabutan pelarangan bagi  jurnalis asing untuk meliput di wilayah tersebut.

Tahun lalu, Thomas Dandois bersama rekannya Valentine Bourrat, dipenjarakan selama 2,5 bulan saat sedang syuting program dokumenter tentang gerakan separatis di provinsi ini. Pihak berwenang Indonesia saat itu menyatakan keduanya masuk ke Papua tanpa izin sebagai jurnalis.

"Saya pikir itu tak akan berubah dramatis dalam semalam. Hasil peliputan tak akan menyenangkan pemerintah Indonesia. Akan ada hal-hal yang tak ingin mereka dengar," ujarnya baru-baru ini.

Sejak pengumuman Presiden Jokowi, seorang pejabat senior Indonesia mengatakan, jurnalis asing masih harus mengajukan permohonan izin dan akan dikenakan pemeriksaan.

"Apakah Papua pasti dibuka untuk jurnalis, akankah mereka bisa melakukan pekerjaan mereka? Kami belum tahu dan kami harus tetap sangat berhati-hati akan hal itu," sebut Thomas.

Thomas telah kembali ke Perancis tapi masih mengikuti perkembangan peristiwa di wilayah yang kaya sumber daya itu.

"Saya memiliki perasaan jika saya meminta visa, saya tak akan mendapatkannya. Itu hal pertama yang terlintas di pikiran saya ketika mendengar berita ini. Saya pikir, oke, mari kita lihat bagaimana mereka akan bereaksi jika saya meminta izin," ujarnya.

Thomas juga pernah dipenjarakan di Nigeria sebelum penahanannya di Indonesia.

Ayah dari dua anak ini telah bersumpah "untuk tak kembali ke zona perang, tak mengambil risiko".

Tapi kemungkinan pencabutan larangan peliputan di Papua membuatnya berpikir ulang.

"Kami tak punya cukup bahan untuk sebuah laporan lengkap. Tapi itu bisa jadi menarik, hari ini atau satu setengah tahun kemudian, untuk melengkapi laporan kami dengan mewawancarai kedua belah pihak," katanya.

Ia menambahkan, "Ini akan memungkinkan kami untuk membuat laporan lengkap, tak bias ke satu pihak melawan pemerintah Indonesia."

 

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement