Kamis 23 Jun 2016 14:39 WIB

Dari Krisis Air Hingga Gagap Bahasa: Pengalaman Istri Diplomat RI di Australia

Dari kiri ke kanan: Syifa Fahmi, Lona Hutapea, Myra Junor, Yasmin Fahir (Istri Wamenlu RI), Angela Widowati, Utami Witjaksono dalam peluncuran buku Di Balik Gerbang mengenai kisah para istri diplomat.
Foto: abc
Dari kiri ke kanan: Syifa Fahmi, Lona Hutapea, Myra Junor, Yasmin Fahir (Istri Wamenlu RI), Angela Widowati, Utami Witjaksono dalam peluncuran buku Di Balik Gerbang mengenai kisah para istri diplomat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mendampingi suami yang bertugas sebagai diplomat di negara tujuan adalah bagian dari perjalanan hidup Myra Junor dan Syifa Fahmi. Dua mantan perempuan karir ini paham betul ritual adaptasi yang harus mereka hadapi setiap menginjakkan kaki di tempat baru, termasuk Australia.

Tapi ada saja momen-momen tak terlupakan yang mereka kenang dan kini dibukukan dalam kumpulan cerita Di Balik Gerbang.

Myra Junor dan Syifa Fahmi adalah para istri diplomat Indonesia yang pernah bertugas di Australia. Bersama kelima rekan mereka: Andis Faizsyah, Angela Widowati, Lona Hutapea, Tyas Santoso, dan Utami Witjaksono, sesama istri diplomat, mereka menerbitkan buku berjudul Di Balik Gerbang.

Kumpulan cerita ini berisi pengalaman mereka dan keluarga selama mendampingi suami bertugas di negeri orang. Lewat buku yang baru diterbitkan Selasa (21/6) lalu di Jakarta, ketujuh perempuan ini ingin menyampaikan pesan diplomasi tak mutlak milik diplomat. Istri dan anak-anak adalah bagian tak terpisahkan dari dunia diplomasi yang digawangi para suami.

Myra dan Syifa, dua di antara tujuh pendamping diplomat tersebut, turut menuturkan kisah mereka selama tinggal di Canberrra dan Sydney. Beberapa kejadian tak terduga sempat mereka alami saat awal-awal menetap di negara tetangga Indonesia ini.

Cerita krisis air di Canberra

“Jadi ceritanya waktu kami mendarat, ya kami kan tidak tahu apa-apa tentang Canberra ya, tahunya ini negara maju, everything’s fine. Jadi ketika baru akan mendarat, ternyata dari atas enggak terlihat hijau, kami kaget,” kenang mantan Jurnalis TV swasta ini.

“Padahal katanya penuh hutan ya, harusnya hijau dong, karena kami juga enggak tahu cuacanya seperti apa di sana. Eh ternyata semua pada kering sekali, rumput-rumput warnanya kecoklatan semua. Saya lantas membatin ‘Ini kok seperti kekeringan ya?’ Itu kesan pertama saya,” sambung Myra, istri mantan diplomat Indonesia di Canberra, Eko Junor.

Saat itu Myra betul-betul tak tahu apa yang terjadi sampai ia menerima tagihan listrik pertama yang nominalnya mengejutkan.

“Kami santai saja mandi dua kali sehari selama musim panas Desember 2009 itu. Tapi waktu tagihan keluar, kami sontak kaget ‘Wah gila..gede banget nih tagihannya’. Rupanya, di sana itu ada water restriction (pembatasan air), karena selama 15-20 tahun itu, dari 2009 mundur, Canberra mengalami kekeringan,” ungkap perempuan yang mengaku memiliki hasrat menulis yang cukup besar ini.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/wisata-nad-budaya/dari-krisis-air-hingga-gagap-bahasa:-pengalaman-istri-diplomat/7535304
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement