Selasa 28 Jun 2016 08:30 WIB

Racun Ular Bisa Jadi Kunci Pengobatan Alzheimer

Red:
abc news
Foto: abc news
abc news

Peneliti Universitas Monash menemukan molekul dalam racun ular yang tampaknya mampu mengaktivasi enzim di otak yang bisa menghancurkan plak amiloid, sebuah tanda khas dari penyakit Alzheimer.

Menurut Laporan Alzheimer Dunia 2015, ada lebih dari 46 juta orang di seluruh dunia yang menderita demensia. Protein racun yang disebut beta amiloid diduga memainkan peran penting dalam memicu penyakit Alzheimer.

Pada orang yang sehat, beta amiloid ini dihancurkan oleh enzim begitu terbentuk.
Namun demikian, pada penderita Alzheimer, enzim ini tampaknya tidak mampu melakukan tindakan mereka dengan benar, sehingga menyebabkan protein beracun ini terakumulasi menjadi tumpukan plak, yang oleh banyak peneliti dianggap dapat memicu demensia.

Salah satu tujuan utama dari industri farmasi adalah menemukan obat yang dapat menstimulasi enzim ini pada manusia, terutama mereka yang berada pada tahap awal demensia, dimana plak amiloid ini mulai terakumulasi.

Peneliti Monash menemukan apa yang bisa menjadi calon obat yang sulit dipahami ini - sebuah molekul dari racun ular yang tampaknya mampu mengaktifkan enzim-enzim yang terlibat dalam proses menghancurkan plak amiloid di otak yang menjadi tanda khas penyakit Alzheimer.

Dr Sanjaya Kuruppu dan Professor Ian Smith dari Institut Penemuan Biomedis, Universitas Monash telah mempublikasikan penelitian mereka di Nature Scientific Reports.
Dr Kuruppu menghabiskan sebagian besar penelitian panjangnya dalam mempelajari racun ular, mencari calon obat. Ketika dia mulai mempelajari penyakit Alzheimer. Dia mengatakan kalau "racun ular merupakan tempat pasti bagi saya untuk memulai."

Dia mencari molekul yang akan bisa menstimulasi enzim untuk menghancurkan plak amiloid.

Apa yang dia temukan, ketika memindai beragam racum ular, adalah fakta kalau salah satu molekul dengan kemampuan meningkatkan aktivitas dari dua enzim yang dapat mengurangi plak amoloid.

Molekul ini diekstraksi dari racun ular tanah berbisa (pit Viper) yang ditemukan di Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Dr Kuruppu dan timnya telah mengembangkan versi sintetis dari molekul ini.

Dari tes awal yang dilakukan di laboratorium menggunakan sel manusia telah menunjukkan molekul ini memiliki efek yang sama dengan versi asli yang ditemukan dalam racun ular.
Dr Kuruppu adalah salah satu dari empat peneliti di Australia yang menerima dana dari Yayasan Nasional untuk Penelitian Medis dan Inovasi untuk melakukan pengujian lebih lanjut dari molekul yang baru berhasil diidentifikasi.

Artikel ini diproduksi oleh Universitas Monash.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement