Jumat 31 Mar 2017 02:00 WIB

Berkunjung ke Bekas Kamp Perempuan Parramatta di Australia

Bonney Djuric, yang dikirim ke kamp perempuan Parramatta, Australia saat berusia 15 tahun, mengatakan pengalamannya di sana menakutkan.
Foto: ABC
Bonney Djuric, yang dikirim ke kamp perempuan Parramatta, Australia saat berusia 15 tahun, mengatakan pengalamannya di sana menakutkan.

REPUBLIKA.CO.ID, PARRAMATTA -- Bangunan ini adalah salah satu situs kolonial paling awal di Australia. Kini untuk pertama kalinya, para arkeolog mengeksplorasi 'kamp perempuan' Parramatta - yang dulunya menjadi kamp kerja terpidana, rumah sakit jiwa, dan kamp perempuan.

Tapi pertentangan atas masa depan bangunan itu tengah menghangat, para warga dan penduduk setempat khawatir berbagai rencana atas bangunan ini akan menghancurkan warisan di dalamnya. Terletak di bagian barat Sydney, bangunan ini awalnya dibuka sebagai kamp perempuan di tahun 1820-an. Di situlah narapidana perempuan bisa tinggal dan bekerja.

Kemudian kamp perempuan bernama 'Parramatta Girls Home' didirikan di lokasi ini pada tahun 188. Ada ribuan gadis dikirim ke sana hingga ditutup pada 1983.

Bonney Djuric, yang dikirim ke kamp ini saat berusia 15 tahun, mengatakan pengalamannya di sana menakutkan. "Benar-benar sulit untuk menggambarkan pengalaman ini dengan beberapa kata. Karena itu adalah pengalaman tentang penghinaan, ketidakpastian yang dialami setiap hari," katanya kepada ABC.

"Tak pernah diketahui apa yang akan terjadi pada diri Anda berikutnya. Anda tak punya siapa pun untuk ditanyai, kesepian," tuturnya.

"Setiap hari, Anda mengalami parade saat mandi dimana seluruh tubuh Anda kelihatan. Ada segala macam penghinaan, tak ada pintu di toilet, tak ada privasi," ujar Bonney.

Bonney kini menginginkan agar Pemerintah Negara Bagian New South Wales mengubah sebagian dari situs ini menjadi tempat pelayanan bagi perempuan yang melarikan diri KDRT, termasuk memberi perlindungan dan akomodasi jangka pendek.

"Satu hal yang dikatakan tiap gadis di kamp Parramatta adalah jangan terjadi lagi," ujarnya.

"Dan kami semua menjalani itu. Masing-masing dari kami berkomitmen untuk berbuat dan membuat perubahan sehingga anak-anak tak perlu mengalami sistem semacam ini lagi," jelasnya.

Reporter program Australia Wide ABC, Jackson Vernon, mengunjungi bekas kamp perempuan itu untuk mengetahui lebih lanjut perdebatan mengenai masa depannya.

Diterbitkan Pukul 11:00 AEST 30 Maret 2017 oleh Nurina Savitri. Simak beritanya dalam bahasa Inggris di sini.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/wisata-nad-budaya/australia-wide:-the-future-of-the-female-factory/8398532
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement