Selasa 06 Jun 2017 13:36 WIB

Perempuan Muslim, Kristen, Yahudi Bersahabat Lewat Makanan

Di dapur Sinagoga Emanuel, para perempuan tertawa, bernyanyi dan berbagi cerita.
Foto: ABC
Di dapur Sinagoga Emanuel, para perempuan tertawa, bernyanyi dan berbagi cerita.

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Nohad adalah seorang perempuan asal Suriah. Ketika ia diculik oleh teroris ISIS dalam perjalanan bus untuk menemui kedua putranya, ia mengira hidupnya telah berakhir.

Saat kejadian itu terjadi, Nohad mengenakan burka seperti perempuan Muslim, tapi ia dengan cepat diidentifikasi sebagai pemeluk Kristen saat kelompok bersenjata tersebut menginterogasi namanya.

Nohad disebut sebagai "musuh". Tapi bagi seorang pemuda yang turut berada dalam bus itu, Nohad adalah guru sekolah dasar favoritnya.

Yang mengejutkan Nohad, pemuda itu maju dan berkata "ia (Nohad) bersamaku" -meminta orang-orang bersenjata tersebut membunuhnya, ketimbang menyentuh Nohad. Untungnya, mereka berdua selamat dari kejadian itu.

Nohad, yang kini tinggal di Australia, berutang nyawa kepada keberuntungan yang menghampirinya. Tetapi bagi Natalie Tanne, relawan Yahudi di Proyek Meja Bersama (STP), kejadian itu adalah kehendak Tuhan.

"Saya percaya pada malaikat dan saya percaya kepada Tuhan. Saya memiliki keyakinan yang kuat, saya tidak religius, tapi saya memiliki iman yang dalam, kita semua punya malaikat," tuturnya.

Imigran Suriah, Nohad, membuat makanan tabouleh untuk teman-teman perempuannya.
Imigran Suriah, Nohad, membuat makanan tabouleh untuk teman-teman perempuannya.

Proyek Meja Bersama (STP), yang kini memasuki tahun kelima, menyatukan sejumlah perempuan dari berbagai latar belakang lewat makanan, untuk mempromosikan pemahaman dan persahabatan. Proyek ini adalah sebuah inisiatif dari Dewan Perwakilan Yahudi, yang tahun ini mengumpulkan 20 pengungsi Suriah dan Irak -yang baru datang -bersama dengan para perempuan Yahudi selama periode lima minggu.

Setiap kali mereka bertemu, mereka menyiapkan makanan dan berbagi cerita tentang diri mereka sendiri, kehidupan mereka, makanan dan tradisi mereka. Natalie sangat menyukai apa yang telah diberikan pengalaman ini kepadanya.

"Kita adalah satu. Kemanusiaan adalah satu dan kami sungguh tak mengerti. Kita selalu mengatakan 'ini antara mereka dan kami, mereka dan kami'. Kita membutuhkan lebih banyak inklusi, lebih banyak cinta di dunia ini," ujarnya.

Ketegangan mereda berkat makanan dan persahabatan

Lagu cinta menggema di dapur saat para perempuan ini bernyanyi, memotong sayuran dan menari mengelilingi meja baja panjang di dapur komersil milik Sinagoga Emanuel di Sydney. Salah satu perempuan yang bernyanyi adalah Dalal, seorang janda muda Suriah dan guru musik.

Sejak suaminya terbunuh dalam perang Irak, ia hidup sendiri. Karena tertekan oleh kondisi kesehatan salah satu putranya, ia merasa terisolasi dari gereja, yang terlalu jauh baginya untuk didatangi.

Dengan menggunakan aplikasi terjemahan bahasa Arab-ke-Inggris, Dalal menjelaskan bahwa Proyek Meja Bersama (STP) telah begitu menumbuhkan semangatnya. Direktur STP, Mel Don Port, mengatakan, banyak pengungsi yang baru tiba sangat ketakutan untuk bertemu orang baru -apalagi orang-orang dari agama yang berbeda.

"Bagi orang-orang Muslim dan Kristen, ini semua karena mereka tak pernah bertemu dengan orang Yahudi sebelumnya," kata Mel.

"Dan bagi perempuan Yahudi, ini adalah gagasan untuk bertemu dengan seorang Muslim atau seorang warga Palestina, dan ... orang-orang punya sejumlah prasangka ini,” imbuhnya.

"Minggu pertama itu sangat penting, jadi setiap orang membawa sepiring makanan yang mencerminkan budaya mereka. Mereka mengenalkan diri dan membicarakan makanan mereka. Dan tiba-tiba Anda melihat ketegangan mereda," jelas Mel.

Para perempuan ini menjalin ikatan persahabatan di meja makan.
Para perempuan ini menjalin ikatan persahabatan di meja makan.

Mel mengingat seorang perempuan Suriah bernama Hasna, yang gemetar saat tiba di Sinagoga, takut bertemu dengan orang-orang Yahudi. "Pada akhir minggu pertama, ia adalah orang yang selalu datang pertama di kelas setiap minggunya," kata Mel.

"Ia mencium kami, dan memeluk kami dan merangkul -dan menangis minggu lalu saat ia mengucapkan selamat tinggal kepada kami," sambungnya.

Memasak bersama, berbagi cerita dan menjalin pertemanan adalah resep untuk menciptakan harmoni yang dianggap ideal. Dan para perempuan ini benar-benar merasakannya.

Diterbitkan: Senin 5 Juni 2017 12:55 WIB oleh Nurina Savitri. Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/wisata-nad-budaya/perempuan-suriah-irak-dan-yahudi-bersahabat-lewat-makanan-di-s/8590714
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement