Sabtu 24 Jun 2017 10:01 WIB
Misteri Pola Awan dan Angin Terpecahkan

Ilmuwan Australia Raih Hadiah Kyoto 2017

Ilmuwan dari Universitas ANU Canberra, Dr Graham Farquhar berhasil meraih Hadiah Kyoto 2017, penghargaan yang setara dengan Hadiah Nobel bidang biologi.
Foto: ABC
Ilmuwan dari Universitas ANU Canberra, Dr Graham Farquhar berhasil meraih Hadiah Kyoto 2017, penghargaan yang setara dengan Hadiah Nobel bidang biologi.

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Graham Farquhar yang berhasil menciptakan tanaman hemat air dan menganalisis perubahan iklim telah menjadi orang Australia pertama yang menerima Hadiah Kyoto yang bergengsi. Seluruh karya ilmuwan asal Universitas Nasional Australia (ANU) dalam meneliti fotosintesis dan fisiologi tanaman diganjar dengan penghargaan Kyoto Prize 2017 untuk Ilmu Dasar.

Karyanya telah membantu meningkatkan ketahanan pangan dunia dengan mengembangkan bibit gandum yang bisa tumbuh dengan air yang sangat minim. Ia juga membantu memecahkan misteri mengapa awan dan pola angin tidak berubah seperti yang diperkirakan model perubahan iklim.

Farquhar menemukan penurunan kecepatan angin berada di balik berkurangan penguapan, yang pada gilirannya akan membuat perubahan iklim lebih lembab dari yang diperkirakan. "Pada umumnya Bumi akan menjadi tempat yang lebih hangat dan basah - sehingga tanaman mungkin akan meresponsnya secara positif," kata Farquhar kepada ABC.

"Fotosintesis adalah dasar dari semua kehidupan di planet ini," tambahnya.

"Kompromi yang dilakukan tanaman dalam memaksimalkan fotosintesis sembari meminimalkan berkurangnya air - itulah yang menjadi pertanyaan menentukan bagiku dalam seluruh karier saya," ujarnya.

Graham Farquhar beside a garden bed at the lab.
Pakar fisiologi tanaman Dr Graham Farquhar di laboratorium yang menggunakan namanya di kampus ANU.

Supplied: ANU

Hadiah Kyoto didirikan pada 1985 dan mengakui prestasi di tiga bidang ilmu: Ilmu Dasar, Seni dan Filsafat, dan Teknologi Maju. Belum pernah ada kategori yang dimenangkan oleh warga Australia sebelum Farquhar.

Farquhar sebelumnya telah mendapat pengharagaan tingkat nasional, saat menerima Hadiah Perdana Menteri untuk Ilmu Pengetahuan 2015. Dia mengatakan bahwa Hadiah Kyoto adalah penghargaan tertinggi bagi ilmuwan di bidang studinya.

"Warga Australia pertama dan ahli fisiologi tumbuhan pertama. Jadi bagus buat fisiologi tanaman dan buat Australia," katanya.

Suka sains

Rektor ANU Brian Schmidt, yang juga seorang pemenang Nobel, mengatakan karya Dr Farquhar bermanfaat bagi seluruh dunia. "Sebagai pemenang Hadiah Nobel, Hadiah Kyoto adalah Hadiah Nobel untuk biologi. Atau untuk ilmu pengetahuan yang bukan dalam Hadiah Nobel. Jadi ini sangat besar," katanya.

"Dengan mendapatkannya - hal yang saya gambarkan sebagai salah satu hadiah sains besar di dunia - merupakan penghormatan besar pada pekerjaan yang dia lakukan," tambahnya.

"Karyanya ini akan membantu 7,4 miliar penduduk Bumi hidup di Bumi secara berkelanjutan," kata Prof. Schmidt.

"Sains itu menyangkut kerja tim. Seseorang harus mendapatkan pujian dan saya tidak dapat memikirkan orang yang lebih pantas daripada Graham," ujarnya.

Farquhar mengatakan bangga karena dihergai, namun akan melanjutkan pekerjaannya sehari-hari dalam bidang fisiologi tanaman. "Saya melakukan apa yang kusuka. Saya suka bekerja di bidang sains," katanya.

Diterbitkan Selasa 20 Juni 2017 oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC News.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/studi-nad-inovasi/pecahkan-misteri-pola-awan-dan-angin,-ilmuwan-australia-raih-ha/8635196
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement