Selasa 25 Jul 2017 21:23 WIB

Sekolah Kristen di Melbourne Larang Murid Pakai Turban

Rep: Emma Younger/ Red:
abc news
abc news

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Salah satu keluarga penganut Sikh di Melbourne, Australia, menggugat sekolah Melton Christian College. Gugatan dilancarkan menyusul larangan anak mereka Sidhak Singh Arora (5 tahun) mengenakan turban tradisionalnya.

Sidhak tadinya dijadwalkan memulai kelas persiapan di Melton Christian College yang terletak di pinggiran barat laut Melbourne tersebut. Tapi turbannya yang disebut patka itu dinyatakan tidak sesuai dengan kebijakan seragam sekolah yang melarang murid-muridnya mengenakan jenis penutup kepala yang terkait dengan agama.

Keluarga Sidhak berupaya melawan kebijakan itu melalui pengadilan, mengklaim bahwa sekolah tersebut telah melanggar Undang-Undang Equal Opportunity Act di negara bagian Victoria, karena membedakan anak mereka dengan alasan agama.

Di luar gedung pengadilan sipil dan administratif Victoria (VCAT), ayah Sidhak, Sagardeep Singh Arora mengaku terkejut karena sekolah tersebut tidak akan memberikan pengecualian bagi anaknya. "Saya sangat terkejut di negara maju seperti Australia, mereka masih belum mengizinkan kami memakai patka di sekolah," katanya baru-baru ini.

"Atas dasar itu mereka tidak menerima pendaftaran kami di sekolah itu," jelasnya.

"Saya percaya bahwa murid harus diizinkan menjalankan agama mereka dan harus diizinkan untuk memakai pakaian keagamaan mereka," kata Sagardeep.

Sagardeep Singh Arora looks at the camera.
Sagardeep Singh Arora mengadukan Melton Christian College karena sekolah itu menolak anaknya mengenakan turban, pakaian tradisi Shik.

(Foto: kiriman)

Sidhak sendiri telah didaftarkan di sekolah lain, namun orangtuanya berharap Melton Christian College harus mengubah kebijakannya sehingga Sidhak dapat mendaftarkan diri.

Persidangan VCAT mendengar keterangan bahwa sekolah itu memiliki kebijakan pendaftaran terbuka yang memungkinkan anak-anak dari semua agama untuk bersekolah di sana.

"Tak ingin ada murid berbeda secara menonjol'

Mantan anggota dewan sekolah Stephen Liefting dalam persidangan menyebutkan bahwa sekolah itu inklusif terhadap semua agama.

"Selama mereka tidak mengenakan pakaian yang mempromosikan agama lain," katanya.

"Kami tidak ingin anak-anak itu berbeda secara menonjol... kami inklusif di sekolah itu," tambahnya.

"Kami tidak sembarangan memberikan pengecualian karena seseorang ingin menentang kebijakan yang kami miliki," ujar Liefting lagi.

Kepala Sekolah David Gleeson juga memberikan bukti bahwa sejumlah murid Sikh bersekolah di sana tanpa memakai patka.

"Saya pikir salah satu kekuatan nyata dari sekolah ini adalah bahwa kami tidak memandang terhadap... semua orang tak memandang terhadap afiliasi keagamaan," katanya.

"Tambahan apapun terhadap seragam sekolah tidaklah diizinkan," katanya.

Gleeson memberi contoh murid lain yang suka memakai topi New Balance namun tidak diijinkan.

Pihak sekolah mengklaim itu tidak melanggar UU Equal Opportunity Act karena tidak ada pengecualian yang memungkinkannya menerapkan standar pakaian yang wajar.

Persidangan kasus ini akan dilanjutkan pada hari Rabu (26/7/2017).

Diterbitkan Selasa 25 Juli 2017 oleh Farid M. Ibrahim dari berita ABC News di sini.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement