Jumat 11 Aug 2017 20:02 WIB

Ancaman Kenaikan Permukaan Laut 80 Tahun Mendatang

Rawa-rawa
Foto: ABC NEws
Rawa-rawa

REPUBLIKA.CO.ID,Kawasan rawa-rawa pesisir di seluruh dunia kemungkinan hanya bertahan 80 tahun lagi. Demikian peringatan dari tim peneliti internasional yang melakukan proyeksi atau pemodelan dampak baru kenaikan permukaan laut.

Peneliti Dr Jose Rodriguez dari University of Newcastle, Australia, telah mempublikasikan penelitiannya ini dalam jurnal Nature Communications. Tim tersebut membatalkan "model bak mandi" dalam proyeksi kenaikan permukaan laut sebelumnya. Model tersebut menyarankan efek pasang surut mengalir melalui lahan basah tanpa gangguan.

Model baru yang dikembangkan peneliti ini, menunjukkan dampak dari struktur buatan manusia seperti jalan raya, gorong-gorong dan jembatan akan meningkat saat permukaan laut naik. Dr Rodriguez mengatakan dengan model baru, terdapat peningkatan genangan dan redaman.

Ini merupakan berita buruk bagi lahan basah dan rawa-rawa air asin yang mengandalkan air laut masuk dan mengalir keluar secara teratur. "Baik mangrove dan rawa air asin membutuhkan pembasahan dan pengeringan khusus, baik dalam waktu maupun kedalaman genangan," jelasnya.

"Karena struktur buatan manusia yang bisa berupa gorong-gorong atau jalan, membuat lahan basah lebih rentan terhadap kenaikan permukaan laut," katanya.

Dr Jose Rodriguez dan Associate Professor Patricia Saco.

ABC News: Kerrin Thomas

 

 

 

 

 

 

"Ketika kita membangun jalan melintasi lahan basah, air pasang berpindah dari satu sisi ke sisi lain melalui gorong-gorong atau jembatan. Bukan dengan bebas mengalir di atas dataran pasang surut," ujar Associate Professor Patricia Saco.

"Akibatnya, dibutuhkan lebih banyak waktu dan energi agar air bisa sampai ke sisi lainnya," tambahnya.

"Hal ini menyebabkan air menggenang di lahan basah lebih lama. Ketika air surut, beberapa daerah lahan basah tidak sepenuhnya dapat mengering sehingga menghasilkan genangan," kata Patricia Saco.

Pada intinya, vegetasi pun tenggelam. Pemodelan ini menunjukkan gambaran suram bagi masa depan lahan basah di pesisir, dengan perkiraan kepunahan sebesar 50 persen.

"Perkiraan awal untuk lahan basah ini akan tenggelam dalam 140 tahun. Namun menurut model kami waktu tersebut berkurang antara 70 dan 80 tahun," kata Dr. Rodriguez, merujuk pada kawasan Wetlands Hunter Estuary di Newcastle.

"Dampaknya akan terlihat lebih awal, antara 40 dan 60 tahun dari sekarang. Kita akan melihat perubahan cukup besar dalam distribusi vegetasi," tambahnya.

Usia hidup manusia saat ini rata-rata 79 tahun, dan merupakan masalah internasional. "Efek seperti ini akan terlihat bukan hanya di Hunter tapi di semua area, daerah pesisir yang tertata dengan baik termasuk seluruh pantai timur Australia, China timur, pantai timur Amerika Serikat. Hal ini juga relevan untuk kepulauan Pasifik dan Indonesia," kata Associate Professor Saco.

Di kawasan Hunter, para ilmuwan memprediksi lahan basah dalam jarak satu kilometer dari pantai akan hilang dalam 80 tahun. Namun hal itu bisa berbeda di daerah lainnya.

"Hal itulah yang ingin kami pahami karena dampaknya berbeda untuk tiap kawasan, tergantung kondisi jalur masuk ke lahan basah, seberapa dekat dengan laut, seberapa banyak redamannya," katanya.

Burung-burung di kawasan rawa-rawa Hunter Wetland National Park.

ABC News: Colin Kerr

 

 

 

 

 

 

Habitat burung terancam

Lahan basah dan rawa-rawa air asin merupakan tempat berlindung burung-burung, bangau dan belibis untuk berkembang biak.

"Burung-burung tertentu yang bermigrasi bergantung pada rawa air asin. Mereka menggunakan rawa air asin untuk bermalam. Setiap penurunan kesehatan rawa air asin akan mempengaruhi habitat burung," kata Dr. Rodriguez.

"Kebanyakan lahan basah ini merupakan habitat penting bagi burung migrasi dan jika, misalnya, rawa air asin yang ada di bagian atas lahan basah tersebut hilang, kita pun kehilangan habitat untuk spesies ini," tambah Associate Professor Saco.

Daerah seperti ini juga sangat penting untuk perkembangbiakan kepiting, kelelawar, hewan berkantong, dan ikan.

Perlunya zona penyangga

Vegetasi tersebut memang memiliki kemampuan menyesuaikan dengan perubahan lingkungan - jika tersedia ruang lebih besar.

"Rawa air asin sangat rentan karena berada paling atas dalam sistem pasang surut. Daerah tersebut biasanya jadi tempat dimana kita mulai melihat pembangunan," kata Dr. Rodriguez.

"Pembangunan industri maupun perkotaan cenderung berada paling atas dalam kisaran pasang surut. Jika permukaan laut naik, maka rawa air asin tidak akan bisa mendorong topografi ke atas agar mendapat posisi yang lebih baik karena akan ada pembangunan di sana," paparnya.

Rawa-rawa air asin dan mangrove di kawasan Hunter Wetlands National Park dekat Newcastle.

ABC News: Kerrin Thomas

 

 

 

 

Diperlukan adanya zona penyangga.

"Yang jelas, kapan pun Anda merencanakan pembangunan, berikan radius penyangga agar vegetasi dapat menyesuaikan diri dengan kenaikan permukaan laut dan bergerak ke area lain di tempat mereka bisa bertahan," kata Dr. Rodriguez.

Dan ironisnya, struktur buatan manusia lainnya seperti gerbang atau kunci bisa membantu. "Solusinya adalah memasang gerbang yang bisa meniru efek arus pasang surut secara alami," kata Associate Professor Saco.

"Itu akan menjadi gerbang yang bisa naik turun," jelasnya seraya menambahkan, "Hal ini memungkinkan waktu penggenangan yang tepat untuk vegetasi, untuk mangrove dan rawa air asin."

Kata Dr Rodriguez, "Ini bukan sesuatu yang sia-sia (untuk diperjuangkan)."

Diterbitkan Jumat 11 Agustus 2017 oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC News di sini.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/studi-nad-inovasi/ancaman-kenaikan-permukaan-laut-80-tahun-mendatang/8798696
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement