Senin 12 Feb 2018 18:03 WIB

Pakar Kanker Hati di Australia Ini Lahir di Timor Timur

Angelina Lay adalah seorang ilmuwan yang karya-karyanya banyak dipublikasikan.

Angeline Lay beruntung dapat lulus dari sekolah. Sekarang, dia adalah peneliti kanker hati terkemuka di Centenary Institute.
Foto: ABC
Angeline Lay beruntung dapat lulus dari sekolah. Sekarang, dia adalah peneliti kanker hati terkemuka di Centenary Institute.

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Di sebuah laboratorium sederhana di Sydney, New South Wales (NSW) seorang ilmuwan menyoroti sirosis dan kanker hati - kanker yang membunuh orang Australia pada tingkat pertumbuhan tercepat.

Angelina Lay adalah seorang ilmuwan terkenal yang bangga dia dapat membantu perawatan lanjutan untuk penyakit hati, namun realitasnya dia berhasil lulus sekolah saja sudah merupakan satu keajaiban.

Angelina Lay baru bersekolah ketika umur 12 tahun, dan dia dua kali bergabung dengan sekolah yang mengajar dalam sebuah bahasa yang hampir tidak dia mengerti. "Saya bisa saja menyerah sejak lama, tapi saya bertahan dan tahu saya memiliki banyak kesempatan di depan saya dan saya perlu memanfaatkannya," katanya.

Sekolah dikepung

Lay lahir di Timor Timur pada awal 1970-an beberapa tahun sebelum Indonesia menjadikan Timor Timur bagian salah satu provinsinya.

Angelina sebagai anak sekolah
Angelina pertama kali mengenakan seragam sekolah pada usia 12, enam tahun lebih lama dari kebanyakan anak-anak. Supplied

Sekolah-sekolah ditutup saat terjadi kekacauan dan saat dibuka kembali, orang tua Angelina Lay terlalu takut terhadap konflik yang sedang berlangsung untuk mengizinkan anak mereka keluar dari rumah-rumah mereka. "Selama masa konflik, keluarga -keluarga tinggal berkelompok - Anda hanya bermain dengan teman Anda, hanya itu yang kami ketahui. Bukan seperti sekolah, seperti apa rasanya duduk di kelas dan diajarkan tentang hal-hal di sekitar Anda."

Dia enam tahun lebih tua dari kebanyakan anak saat dia mengenakan seragam sekolah untuk pertama kalinya di usia 12 tahun. "Ini adalah hari yang sangat menyenangkan bagi saya - bertemu dengan sesama siswa dan belajar dan berada di kelas," katanya.

Tapi bukan hanya dia sangat tertinggal, dia juga berada di sekolah yang mengajar dalam bahasa pengantar yang tidak dipelajarinya dari lahir. Di rumah, keluarganya berbicara dengan Bahasa Haka, sebuah dialek Cina dan Angelina Lay juga telah menyerap bahasa Tetum, bahasa Timor. Tapi ketika Timor Timur di bawah pendudukan Indonesia, sekolahnya menggunakan bahasa Indonesia.

Awal yang baru

Ketika konflik di Timor Timur memburuk pada awal 1990-an keluarga Angelina Lay memutuskan pindah ke Sydney. Di sana dia harus memulai sekolah baru, kali ini di usia 19 tahun, dengan hanya mengikuti kursus singkat bahasa Inggris selama enama bulan.

Dia ingat harus mempelajari sebuah novel untuk ujian akhir sekolah menengah di negara bagian New South Wales (HSC) dan di dalam buku itu kemudian penuh coretan terjemahan dalam bahasa Indonesia. "Saya tidak tahu bagaimana saya bisa memahami keseluruhan buku, itu adalah tahun terberat yang pernah saya alami," katanya.

Sekolah di Sydney itu juga menciptakan kecanggungan lain bagi Angelina. Murid-murid lain di kelasnya berusia dua atau tiga tahun lebih muda, dengan kelompok pertemanan yang sudah terbentuk dengan kuat sehingga sulit baginya untuk bergabung dengan mereka.

Tapi dia tahu dia ditawari kesempatan besar yang tidak dimiliki banyak teman dan keluarganya di rumah. "Saya tahu jika saya belajar lebih keras dibandingkan dengan orang lain, saya akan berhasil. Jadi itulah yang saya lakukan," katanya.

Usahanya ini terbayarkan: dia mencapai nilai yang sangat baik dan diterima dalam program sains lanjutan di UNSW. Dia kemudian melakukan tahun-tahun kuliah berharga itu dengan fokus pada penelitian. "Saat itulah saya memutuskan bahwa inilah yang akan saya lakukan selama sisa hidup saya - menjadi ilmuwan medis," katanya.

Dr Angelina Lay
Angelina Lay bersama suami dan anak-anaknya berlibur di Kyoto. Supplied

Target berikutnya adalah target PhD, dengan menghasilkan tidak hanya penelitian baru yang canggih  dalam memahami pengobatan kanker, tapi juga tesis yang sudah diterima untuk dipublikasikan di majalah sains bergengsi Nature. "Bagi saya menjadi anggota keluarga pertama yang memiliki gelar PhD adalah hal yang istimewa - 17 tahun kemudian ayah saya masih membicarakannya," kata Dr Lay.

Dengan prestasinya itu kariernya terbentuk, dan pintu menuju laboratorium di seluruh dunia terbuka baginya. Setelah delapan tahun melakukan pekerjaan postdoctoral di AS, Dr Lay kembali ke Sydney dengan beberapa terbitan lagi atas namanya, juga seorang suami dan seorang putra, dan mulai bekerja menjadi peneliti di Centenary Institute.

Pertarungan lain

Tapi meski dengan semua prestasi yang sudah diraihnya, dia masih menganggap sains sebagai bidang yang sulit untuk dikerjakan sebagai seorang perempuan. "Ketika Anda masuk ke dunia sains, ini adalah bidang yang didominasi laki-laki, tapi bukan berarti tidak ada kesempatan bagi perempuan," katanya.

"Jika saya bisa melakukannya, siapapun bisa melakukannya.

"Saya selalu mengatakan kepada putri saya untuk menjadi seorang ilmuwan - ada banyak hal menyenangkan yang dapat Anda lakukan dengan sains dan ini sangat sesuai dengan semua hal yang kita lakukan setiap hari."

Dr Lay bangga dengan pekerjaannya
Dr Angelina Lay adalah seorang ilmuwan yang karya-karyanya banyak dipublikasikan mengaku bangga dia dapat membantu meningkatkan perawatan potensial untuk penyakit hati. ABC: Mary Lloyd

Terlepas dari tantangan itu, Lay menghadapi dua anak sambil melakukan penelitian lanjutan, dia tidak dapat membayangkan karir di luar lab sains.

"Bayangkan dampaknya," katanya.

"Suatu hari nanti Anda bisa mengerti penyakit, bagaimana hal itu terjadi dan bagaimana kita menghentikannya terjadi, itulah dorongan saya."

11 Februari adalah Hari Perempuan dan Anak Internasional di Sains.

Simak beritanya dalam Bahasa Inggris disini.

 

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/sosok/proril-dr-angelina-lay/9422384
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement