Jumat 11 May 2018 12:42 WIB

Kasus Bunuh Diri Sukarela Profesor Australia Picu Perdebatan

Profesor David Goodall memutuskan untuk mengakhiri hidupnya melalui euthanasia

 Prof. Dr. David Goodall telah tiada. Dia mengakhiri hidupnya secara sukarela di sebuah klinik euthanasia di Basel, Swiss, pada Kamis siang (10/5/2018) waktu setempat di usia 104 tahun. (ABC News: Hugh Sando)
Prof. Dr. David Goodall telah tiada. Dia mengakhiri hidupnya secara sukarela di sebuah klinik euthanasia di Basel, Swiss, pada Kamis siang (10/5/2018) waktu setempat di usia 104 tahun. (ABC News: Hugh Sando)

REPUBLIKA.CO.ID, PERTH -- David Goodall telah memenuhi keinginan terakhirnya melakukan bunuh diri secara sukarela di sebuah klinik di Swiss, pada Kamis (10/5) siang waktu setempat. Profesor berusia 104 ini meninggalkan perdebatan mengenai euthanasia sukarela.

Kisah Prof Goodall menjadi pemberitaan internasional dan semakin memicu perdebatan sengit mengenai isu ini. Para pendukung memuji keputusan Prof Goodall karena telah menentukan nasibnya sendiri setelah menyatakan bahwa hidupnya di usia panjang ini tidak lagi berharga.

Namun para penentang memperingatkan keputusan mengakhiri hidup semata-mata berdasarkan usia tua akan menjadi preseden berbahaya.

Profesor sains asal Kota Perth itu meninggalkan Australia pada Rabu pekan lalu. Dia menghabiskan beberapa hari bersama keluarga di Bordeaux, Prancis, sebelum menuju ke Kota Basel di Swiss.

Di bandara Swiss dia disambut aktivitas euthanasia Philip Nitschke, yang membantu penerima penghargaan Order of Australia ini mempercepat permohonan euthanasianya.

Menjelang kematiannya, Dr Goodall mengatakan dia benci harus melakukan perjalanan sejauh ini untuk melaksanakan rencananya, tetapi merasa lega saat akhir sudah dekat. "Hidup saya belakangan ini tidaklah menyenangkan," ujarnya.

"Saya senang tiba di sini. Saya akan lebih senang lagi saat tahap selanjutnya dari perjalanan saya ini selesai," tambahnya.

"Saya akhirnya bisa mengucapkan selamat tinggal. Sedikit menyesal mengucapkan selamat tinggal pada keluargaku di Bordeaux, tapi begitulah keadaannya," ujar Prof Goodall.

An old man in a wheelchair next to a couch with a woman and three young men sitting on it. Photo: Prof David Goodall bersama putrinya Karen dan cucunya Chris (28), Matt (23) dan Graham (25), awal Mei 2018. (ABC News: Hugh Sando)

Di sebuah hotel kecil tempatnya menghabiskan hari terakhirnya, Prof Goodall memberikan keterangan pers kepada para jurnalis dari berbahai negara. Dia mengaku kaget atas besarnya perhatian terhadap kasusnya ini.

Dia juga bahkan sempat menyanyikan komposisi karya Beethoven, Ode to Joy, yang disambut tepuk tangan para jurnalis.

Dua orang dokter Swiss kemudian mendampingi Dr Goodall menjelang kematiannya. Dia diminta menyatakan kembali niatnya mengakhiri hidupnya dan bahwa ia dalam keadaan sehat.

Tak lama kemudian, dia pun diberikan suntikan mematikan sekitar pukul 12:30 waktu setempat pada hari Kamis di klinik Life Circle yang Eternal Spirit Foundation di Basel.

Tanggapan pendukung

 

Dr Nitschke, pendiri kelompok advokasi eutanasia Exit International, mengatakan kasus Dr Goodall merupakan yang pertama. Pasalnya, meskipun kondisinya lemah, namun sang profesor tidak memiliki penyakit mematikan dan secara umum dalam keadaan sehat.

"David orang pertama yang saya tahu yang memenuhi syarat bunuh diri karena faktor usia tua. Situasi ini unik," katanya.

"Dalam beberapa ini merupakan bentuk pelecehan terhadap orang jompo," tambahnya.

"Ada situasi di mana mereka diberitahu mana yang bisa dan tidak mereka lakukan. Dia hanya melaksanakan apa yang dilihatnya sebagai hak mutlak untuk mengakhiri hidupnya sendiri," kata Dr Nitschke.

"Dia ini orang Australia terkemuka dan dihromati. Kita sepertinya memaksa dia pergi ke negara asing untuk mati, yang memang menjadi keinginannya, saya kira patut disesalkan," ujarnya.

Tanggapan penentang

Tetapi ikadatan dokter Australia (AMA) menyatakan keprihatinan mendalam atas kasus Dr Goodall. Sebuah komite parlemen Australia Barat saat ini membahas isu bunuh diri yang dibantu (assisted dying). Tujuannya mempersiapkan sebuah UU yang mirip dengan yang telah lolos di parlemen negara bagian Victoria.

Ketua AMA Michael Gannon menjelaskan aturan hukum yang memungkinkan euthanasia dan bunuh diri yang dibantu dokter merupakan aturan "berbahaya". "Di berbagai tempat kami melihat rencana bunuh diri seseorang yang berusia 100 tahun malah dirayakan," kata Dr Gannon.

"Itu memprihatinkan."

"Umur berapa kita tidak boleh lagi merayakan kehidupan?" tambahnya.

Dr Gannon mengatakan sangat prihatin dengan alasan Dr Goodall mengakhiri hidupnya. "Orang seperti Dr Goodall membuat keputusan mengakhiri hidupnya semata-mata karena tidak ada lagi tujuan hidupnya," katanya.

"Saya rasa ini jadi batas yang berbahaya untuk diseberangi," ujarnya.

"Saya sangat khawatir dengan masyarakat di mana kita membuat aturan semena-mena tentang kehidupan siapa yang berharga dilanjutkan dan kehidupan siapa yang boleh diakhiri," paparnya.

"Masyarakat seharusnya berupaya menjaga mereka yang mengalami kesulitan dan memastikan bahwa hidup mereka layak untuk diteruskan," kata Dr Gannon.

Keluarga terus mendampingi

Anggota keluarga Dr Goodall, termasuk lima orang cucunya, melakukan perjalanan dari AS dan Prancis untuk menyampaikan perpisahan terakhir mereka. Bagi keluarganya di Perth, keputusan Dr Goodall yang kuat menjadi sesuatu yang tidak mudah mereka terima.

"Saya merasa sangat emosional tetapi pada saat yang sama juga merasa damai," kata putrinya, Karen Goodall-Smith kepada ABC.

"Dia selalu merasa bahwa tidak ada gunanya berada di dunia ini atau bertahan hidup jika tidak bisa lagi membawa perubahan, jika tidak bisa lagi berkontribusi pada masyarakat," paparnya.

"Dan dengan melakukan hal ini secara terbuka, dia telah berkontribusi besar bagi perdebatan tentang euthanasia," tambahnya.

Karena menghabiskan hari-hari sejak keberangkatan untuk melakukan perenungan. "David sangat rendah hati. Dia tidak pernah menonjolkan lebih baik daripada siapa pun dengan cara apa pun," katanya.

"Dia tidak begitu peduli seperti apa rupanya, di mana dia tinggal. Dia tidak peduli uang, tidak peduli hal-hal materi," kata sang putri tentang ayahnya.

"Dia hanya peduli tentang sains dan pengetahuan dan dia peduli keluarganya," tambahnya.

Karen mengaku selalu bangga dengan ayahnya dan akan selalu bangga menjadi putrinya. "Dia seorang ilmuwan luar biasa, seorang pria luar biasa yang melakukan apa yang dia ucapkan," katanya. "Dia jujur, lugas dan peduli terhadap kemanusiaan, peduli terhadap dunia dan ingin membuat perubahan."

"Saya ingin orang lain mengingatnya seperti itu," tutur Karen.

Keluarga Prof Goodall berencana untuk mengadakan peringatan mengenang almarhum di Perth dalam beberapa bulan mendatang.

Diterbitkan oleh Farid M Ibrahim dari artikel ABC Australia.

Kehidupan adalah anugerah berharga dari Allah SWT. Segera ajak bicara kerabat, teman-teman, ustaz/ustazah, pendeta, atau pemuka agama lainnya untuk menenangkan diri jika Anda memiliki gagasan bunuh diri. Konsultasi kesehatan jiwa bisa diakses di hotline 119 extension 8 yang disediakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Hotline Kesehatan Jiwa Kemenkes juga bisa dihubungi pada 021-500-454. BPJS Kesehatan juga membiayai penuh konsultasi dan perawatan kejiwaan di faskes penyedia layanan
sumber : http://www.abc.net.au/indonesian/2018-05-11/kasus-bunuh-diri-profesor-australia-picu-debat-euthanasia-sukar/9751204
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement