Sabtu 19 May 2018 05:52 WIB

Cina Buka Kamp Indoktrinasi di Wilayah Muslim Xinjiang

Mereka harus mengingkari keyakinan agama dan bersyukur pada Partai Komunis Cina.

Red:
abc news
abc news

REPUBLIKA.CO.ID  Sejak musim semi lalu, pemerintah Cina di wilayah Xinjiang yang berpenduduk mayoritas Muslim telah memenjarakan puluhan, mungkin ratusan ribu Muslim Cina - dan bahkan warga negara asing - di kamp-kamp tahanan massal.

Kampanye ini melanda seluruh wilayah Xinjiang yang dalam istilah pejabat AS di Cina bulan lalu disebut "penahanan massal terbesar dari populasi minoritas di dunia saat ini".

Omir Bekali, seorang Muslim Kazakh, dan mantan tahanan lainnya mengatakan kepada Associated Press bagaimana mereka harus mengingkari keyakinan agama mereka, mengkritik diri sendiri dan orang yang mereka cintai dan bersyukur kepada Partai Komunis yang berkuasa.

Ketika Bekali menolak mengikuti perintah itu setiap hari, dia dipaksa berdiri di dinding selama lima jam. Seminggu kemudian, dia dikirim ke sel isolasi, di mana dia tidak diberi makanan selama 24 jam. Setelah 20 hari di kamp yang dijaga ketat, dia ingin bunuh diri.

"Tekanan psikologis sangat besar, ketika Anda harus mengkritik diri sendiri, mencela pemikiran Anda - kelompok etnis Anda sendiri," kata Bekali, yang menangis ketika menjelaskan kamp tersebut.

"Saya masih memikirkannya setiap malam, sampai matahari terbit. Saya tidak bisa tidur," katanya. "Pikiran itu tidak bisa lepas."

Para pejabat Cina sebagian besar menolak berkomentar, ​​tetapi media pemerintah mengatakan perubahan ideologis diperlukan untuk memerangi separatisme dan ekstremisme Islam.

Muslim Uighurs radikal telah membunuh ratusan orang dalam beberapa tahun terakhir. Cina menganggap wilayah itu sebagai ancaman bagi perdamaian di negara yang etnis Han Cina.

 

Program interniran bertujuan memperbaiki pemikiran politik para tahanan, menghapus keyakinan Islam mereka dan membentuk kembali identitas mereka. Kamp-kamp berkembang pesat selama setahun terakhir, dengan hampir tidak ada proses peradilan atau dokumen hukum.

Para tahanan yang paling keras mengkritik orang-orang dan hal-hal yang mereka sukai diberi imbalan, dan mereka yang menolak melakukannya dihukum kurungan isolasi, dipukuli dan tidak diberi makanan.

Cerita Bekali (42) menunjukkan apa yang tampaknya menjadi informasi paling detail tentang kehidupan di dalam kamp pendidikan ulang itu. Associated Press juga mewawancarai tiga mantan interniran lain dan mantan instruktur di pusat-pusat lain yang mendukung cerita Bekali.

Sebagian besar berbicara tanpa mau disebutkan namanya untuk melindungi keluarga mereka di Cina. Kasus Bekali menonjol karena ia adalah seorang warga negara asing, Kazakhstan, dan ditangkap oleh badan keamanan Cina dan ditahan selama delapan bulan tahun lalu.

Meskipun beberapa rincian tidak mungkin untuk diverifikasi, dua diplomat Kazakh menegaskan bahwa dia ditahan selama tujuh bulan dan kemudian dikirim untuk dididik ulang.

 

Program penahanan menunjukkan kerasnya aparat keamanan negara di bawah pemerintahan Presiden Xi Jinping yang sangat nasionalistis dan keras.

Hal ini sebagian berakar pada kepercayaan China kuno dalam transformasi melalui pendidikan - yang pernah dijalankan sebelumnya selama kampanye reformasi pemikiran massal Mao Zedong.

"Pembersihan budaya adalah upaya Beijing untuk menemukan solusi akhir terhadap masalah Xinjiang," kata James Millward, seorang sejarawan Cina di Georgetown University.

Rian Thum, seorang profesor di Loyola University di New Orleans, mengatakan sistem pendidikan ulang Cina menunjukkan pelanggaran hak asasi manusia terburuk dalam sejarah.

"Analogi terdekat mungkin adalah Revolusi Kebudayaan karena ini akan meninggalkan efek psikologis jangka panjang," kata Thum. "Ini akan menciptakan trauma multigenerasi dimana banyak orang tidak akan pernah pulih."

Ditanya mengenai kamp-kamp itu, Kementerian Luar Negeri Cina mengatakan, "belum mendengar" tentang situasi itu. Ketika ditanya mengapa orang non-Tionghoa ditahan, dikatakan bahwa Pemerintah Cina melindungi hak orang asing di Tiongkok dan mereka juga harus taat hukum.

Para pejabat Cina di Xinjiang tidak menanggapi permintaan wawancara. Namun, potongan-potongan dari media pemerintah menunjukkan kepercayaan diri para pejabat Xinjiang berpegang pada metode yang menurut mereka efektif mengekang ekstremisme agama.

Jaksa ternama Cina, Zhang Jun, mendesak otoritas Xinjiang bulan ini untuk memperluas "transformasi melalui pendidikan" dalam "upaya habis-habisan" memerangi separatisme dan ekstremisme.

Diperkirakan puluhan ribu tahanan

Dalam publikasi sebuah jurnal pemerintah pada Juni 2017, seorang peneliti dari Sekolah Partai Komunis Xinjiang melaporkan sebagian besar dari 588 peserta yang disurvei tidak tahu kesalahan apa yang telah mereka lakukan ketika dikirim untuk dididik ulang. Tetapi pada saat dibebaskan, hampir semua (98,8 persen) telah belajar kesalahan mereka, kata jurnal itu.

Transformasi melalui pendidikan, menurut peneliti tersebut, "adalah obat permanen". Pengawasan penuh dilakukan terhadap penduduk di Xinjiang yang dihuni sekitar 12 juta Muslim, termasuk etnis Uighur dan Kazakh.

Membuka website asing, menerima telepon dari kerabat di luar negeri, salat secara rutin atau menumbuhkan janggut, semuanhya bisa berisiko dibawa ke kamp indoktrinasi politik, atau penjara, atau keduanya. Sistem interniran baru ini penuh kerahasiaan, tanpa data yang tersedia secara publik tentang jumlah kamp atau tahanan.

Departemen Luar Negeri AS memperkirakan mereka yang ditahan "setidaknya puluhan ribu orang". Sebuah stasiun TV di Turki yang dikelola oleh warga Xinjiang di pengasingan mengutip dokumen pemerintah yang bocor, mengatakan hampir 900 ribu orang telah ditahan.

AP

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement