Selasa 20 Mar 2018 16:26 WIB

Putra Gaddafi akan Mencalonkan Diri Sebagai Presiden Libya

Saat ini keberadaan putra Gaddafi tersebut masih belum diketahui.

Rep: Marniati/ Red: Nidia Zuraya
Saif al-Islam Qaddafi
Foto: AP
Saif al-Islam Qaddafi

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Putra almarhum pemimpin Libya Muammar Gaddafi, Saif al-Islam Gaddafi, akan mencalonkan diri dalam pemilihan presiden Libya tahun ini. Pencalonannya diumumkan oleh para pejabat di partai Front Rakyat Libya selama konferensi pers di Tunis pada Senin (19/3).

Dilansir The Telegraph, Selasa (20/3), Saif pernah menjadi pewaris rezim ayahnya. Namun saat ini ia dicari oleh Pengadilan Kriminal Internasional karena kejahatan kemanusiaan yang dilakukan ayahnya untuk menghentikan pemberontakan melawan pemerintahannya pada 2011.

Seorang petinggi partai Front Rakyat Libya Khaled Guel mengatakan Libya harus melewati perpecahan baru-baru ini. "Situasi kemanusiaan memburuk dan masa depan bangsa tidak jelas. Karenanya banyak warga Libya sekarang percaya bahwa satu-satunya cara untuk menyelamatkan negara adalah melalui Saif al-Islam," katanya.

Saif telah ditahan oleh milisi di kota Zintan selama enam tahun setelah ayahnya diusir dari kekuasaan oleh pemberontak. Pada 2015 ia juga dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan di Tripoli.

Namun, ia dibebaskan pada Juni tahun lalu. Saif dibebaskan setelah diberikan amnesti oleh salah satu dari dua pemerintah yang bersaing di negara itu.

Saat ini keberadaan Saif masih belum diketahui. Namun pejabat dari Front Populer Libya mengatakan Saif akan segera mendeklarasikan pencalonan dirinya.

Putra kedua Gadaffi yang berusia 45 tahun ini telah lama dilihat sebagai kekuatan reformis dalam pemerintahan ayahnya. Ia bertanggung jawab untuk membantu membangun kembali hubungan dengan Barat setelah tahun 2000.

Dengan pemahaman bahasa Inggris yang baik, lulusan London School of Economics ini dikenal sering melakukan kegiatan amal dan melayani publik rezim Libya. Namun ketika para pemberontak bangkit melawan kekuasaan ayahnya pada Februari 2011, keluarga itu kehilangan pengaruh.

Dia dituduh menghasut kekerasan dan membunuh pemrotes. Pemberontak tidak pernah memaafkan Saif karena pernah menyebut mereka tikus saat ia berpidato di TV.

Dia menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk melarikan diri setelah rezim runtuh. Saif berhasil ditangkap saat berusaha melarikan diri ke Niger. Meskipun dicerca oleh banyak orang sebagai simbol orde lama, namun ia tetap memiliki dukungan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berharap pemilu di Libya tahun ini dapat meningkatkan stabilitas. Namun warga lainnya mengalami ketakutan akan adanya pertumpahan darah karena pemerintah yang bersaing.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement