Rabu 21 Feb 2018 09:25 WIB
AS Siap untuk Berbicara Soal Perdamaian Palestina

Abbas Tinggalkan Ruangan Sebelum Halay Berbicara

Amerika belum mengklarifikasi posisinya, soal solusi dua negara atau satu negara.

Rep: Marniati/ Red: Agus Yulianto
Presiden Palestina Mahmoud Abbas
Foto: AP Photo/Majdi Mohammed
Presiden Palestina Mahmoud Abbas

REPUBLIKA.CO.ID,  WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) menyatakan di PBB bahwa pihaknya siap untuk berbicara dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas, yang telah menolak upaya perdamaian Timur Tengah yang dimediasi AS setelah pengakuan Washington terhadap Yerusalem sebagai ibukota Israel.

Selama pidato di Dewan Keamanan PBB, Abbas justru meminta sebuah konferensi internasional yang akan diadakan pada pertengahan 2018 untuk memulai proses perdamaian dengan Israel dan menciptakan mekanisme multilateral untuk mengatasinya. Dia meninggalkan ruangan sebelum Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley berbicara.

"Negosiator kami duduk tepat di belakang saya, siap untuk berbicara, tapi kami tidak akan mengejar Anda. Pilihannya tergantung pada anda Tuan Presiden," kata Haley.

Pernyataan Haley mengacu pada menantu Trump dan penasihatnya, Jared Kushner, dan Utusan AS Timur Tengah Jason Greenblatt.

Kushner dan Greenblatt sedang mengerjakan sebuah rencana perdamaian baru dan bertemu dengan 15 duta besar Dewan Keamanan secara tertutup setelah pertemuan publik. Menteri Luar Negeri AS, Rex Tillerson mengatakan pekan lalu bahwa rencana perdamaian ini telah mengalami kemajuan yang baik. Menurutnya telah ada sedikit detail tentang rencana tersebut.

Juru bicara Gedung Putih Josh Raffel mengatakan sebuah rencana perdamaian akan dipresentasikan di saat waktu yang tepat. Tapi setelah keputusan Trump, orang-orang Palestina tidak lagi memandang Amerika Serikat sebagai negosiator netral.

"Kami bertemu dengan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, empat kali pada 2017, dan kami telah menyatakan kesiapan mutlak kami untuk mencapai sebuah kesepakatan damai bersejarah. Namun, pemerintah ini belum mengklarifikasi posisinya, apakah untuk solusi dua negara, atau untuk satu negara?,"kata Abbas.

Israel menganggap seluruh Yerusalem sebagai ibukotanya. Orang-orang Palestina menginginkan bagian timur kota sebagai ibu kota negara merdeka masa depan mereka yang akan mencakup Tepi Barat dan Gaza.

Yerusalem adalah rumah bagi tempat suci umat Islam, Yahudi dan Kristen.

Pemerintah Trump telah memberikan dukungan yang memenuhi syarat untuk solusi dua negara, dengan mengatakan akan mendukungnya jika para pihak menyetujui hal tersebut.

Abbas, yang menghindari kunjungan Wakil Presiden AS Mike Pence ke wilayah tersebut bulan lalu, mengatakan, konferensi tersebut harus mencakup orang-orang Palestina, Israel, lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB - Amerika Serikat, Rusia, Cina, Inggris dan Prancis - Uni Eropa dan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Duta Besar Prancis untuk PBB Francois Delattre mengatakan, Paris terbuka untuk mempelajari saran Abbas. Sementara itu Wakil Duta Besar Inggris untuk PBB Jonathan Allen menggambarkan, peran AS dalam masalah ini sangat diperlukan.

Duta besar Israel untuk PBB Danny Danon mengatakan, Abbas adalah bagian dari masalah dan bukan solusinya. "Dan bahwa satu-satunya cara untuk maju adalah negosiasi langsung antara Israel dan Palestina," katanya.

Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mengatakan, apa yang disebut Kuartet - terdiri dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, Amerika Serikat, Rusia dan Uni Eropa - dan Liga Negara-negara Arab dapat berperan dalam memulai proses perdamaian yang telah terhenti tersebut.

Orang-orang Palestina melihat maksud pemerintah Trump tentang perdamaian Timur Tengah dengan skeptisisme yang mendalam setelah Trump membalikkan dekade kebijakan AS dan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan memulai pemindahan kedutaan AS dari Tel Aviv.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement