Ahad 25 Mar 2018 09:13 WIB

Ratusan Ribu Warga AS Protes Tuntut Kontrol Senjata

Demonstrasi juga didukung selebritas seperti Ariana Grande, dan Miley Cyrus.

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Ratna Puspita
Ratusan ribu demontran memadati Pennyslvania Avenue, Washington, Sabtu (24/3). Mereka menuntut kontrol senjata lebih ketat di Amerika Serikat.
Foto: EPA-EFE/SHAWN THEW
Ratusan ribu demontran memadati Pennyslvania Avenue, Washington, Sabtu (24/3). Mereka menuntut kontrol senjata lebih ketat di Amerika Serikat.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Ratusan ribu demonstran turun ke jalan untuk menuntut kontrol senjata yang lebih ketat di Amerika Serikat (AS), Sabtu (24/3). Tidak hanya diikuti oleh para korban selamat dari insiden penembakan, aksi demonstrasi ini juga didukung oleh para selebritas papan atas seperti Ariana Grande, Miley Cyrus, dan Jennifer Hudson.

Aksi tersebut dinamai dengan gerakan March for Our Lives. Gerakan itu muncul setelah terjadinya insiden penembakan mematikan yang menewaskan 17 orang di sebuah sekolah menengah atas di Parkland, Florida, bulan lalu. 

Para pengunjuk rasa, termasuk sebagian besar anak muda dan anak-anak, berkumpul di sepanjang Pennsylvania Avenue, Washington. Mereka membawa spanduk bertuliskan "Lindungi anak-anak jangan meriam" dan "Apakah saya berikutnya?”. 

Ketua siswa dan korban selamat dalam insiden Parkland Emma Gonzalez memberikan pidato pada acara utama di Washington DC. Setelah menyebutkan daftar nama-nama korban, dia tetap diam di atas panggung selama enam menit dan 20 detik. Waktu itu digunakan untuk mengheningkan cipta bagi mereka yang terbunuh.

Penyanyi Ariana Grande, dan Miley Cyrus tampil di atas panggung yang didirikan di depan gedung Capitol AS. Jennifer Hudson juga tampil selama Pawai March for Our Lives di Washington DC.

Hudson tampil dengan membawakan lagu Bob Dylan, The Times They Are A Changin. Hudson juga mengalami pengalaman buruk di mana dia kehilangan ibu, saudara laki-laki dan keponakannya karena kekerasan penembakan.

Musiknya diselingi dengan pidato berapi-api dari para pemimpin muda. "Kami akan terus berjuang untuk teman-teman kami yang telah meninggal," kata seorang pembicara Delaney Tarr, seorang siswa Parkland, dilaporkan BBC, Ahad (25/3).

photo
Aksi March of Our Lives di Boston, AS. (EPA-EFE/CJ GUNTHER)

Seorang siswa Mya Middleton berbicara tentang pertemuannya yang mengerikan dengan seorang pria bersenjata. "Dia mengeluarkan pistol perak dan mengarahkannya ke wajah saya," kata Middleton.

Beberapa demonstran berasal dari anak-anak yang baru berusia 11 tahun, termasuk Naomi Wadler, dari Virginia. Dia berbicara untuk mewakili gadis Afrika-Amerika yang kisahnya tidak dimuat di halaman depan setiap surat kabar nasional.

Para siswa tersebut mengadakan walk-out sekolah nasional awal bulan ini. Mereka ingin mengungkapkan kemarahan publik untuk meyakinkan politikus AS untuk mengambil tindakan tegas seperti melarang penjualan senjata serbu.

Lebih dari 800 aksi unjuk rasa akan diselenggarakan secara nasional. Termasuk aksi solidaritas di luar negeri seperti di Edinburgh (Skotlandia), London (Inggris), Jenewa (Swis), Sydney (Australia), dan Tokyo (Jepang).

Insiden pembantaian pada 14 Februari di Marjory Stoneman Douglas High School di Parkland adalah salah satu insiden penembakan di sekolah di AS. Peristiwa terburuk adalah insiden Sandy Hook pada tahun 2012, ketika 26 orang tewas.

photo
Aksi March For Our Lives di London, Inggris. (EPA-EFE/NEIL HALL)

Meskipun jumlah peserta aksi demonstrasi pada Sabtu (24/3) itu sangat besar, masalah ini masih membelah orang Amerika. Hak untuk memiliki senjata dilindungi di bawah amandemen kedua konstitusi AS dan lobi senapan National Rifle Association (NRA) tetap sangat berpengaruh.

Pada Sabtu sore, Gedung Putih merilis sebuah pernyataan yang memuji banyak pemuda Amerika yang berani melaksanakan hak Amandemen Pertama mereka. Pernyataan itu juga menguraikan langkah-langkah yang diambil pemerintah untuk mengatasi kekerasan senjata.

Di antaranya adalah melarang bump stocks, yakni perangkat yang memungkinkan senapan semi-otomatis menyala seperti senapan mesin. Kedua, memberlakukan UU SETOP Kekerasan di Sekolah, yang berusaha meningkatkan keamanan sekolah. 

Ketiga, meningkatkan pelatihan untuk siswa, staf dan penegak hukum setempat. Keempat, memperbaiki catatan latar belakang kriminal sehingga pembeli senjata benar-benar diperiksa sebelum melakukan pembelian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement