Jumat 18 May 2018 16:15 WIB

AS Akhiri Praktik Penangguhan Imigran dari Deportasi

Lebih dari 200 ribu kasus ditutup selama enam tahun terakhir masa kepresidenan Obama

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Bilal Ramadhan
I am a Muslim Too: Muslim Amerika tengah shalat di sela unjuk rasa menolak kebijakan Anti Imigran Trump di Lapang Times Square New York, AS
Foto: Andres Kudacki/AP
I am a Muslim Too: Muslim Amerika tengah shalat di sela unjuk rasa menolak kebijakan Anti Imigran Trump di Lapang Times Square New York, AS

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Jaksa Agung AS, Jeff Sessions, melarang para hakim imigrasi dari praktik yang biasa dilakukan untuk menumpuk kasus deportasi yang melibatkan beberapa imigran yang memiliki ikatan mendalam dengan Amerika Serikat. Praktik yang dikenal sebagai penutupan administratif memungkinkan hakim untuk membersihkan kasus-kasus prioritas rendah dari dokumen mereka.

Hal ini secara efektif membiarkan beberapa imigran tetap di Amerika Serikat tanpa batas periode, meskipun mereka tidak memiliki status hukum, seperti dilansir di Reuters, Jumat (18/5). Di bawah Presiden Barack Obama saat itu telah ada upaya untuk menutup kasus-kasus tertentu secara administratif sebagai cara yang memungkinkan hakim untuk fokus pada masalah-masalah prioritas yang lebih tinggi dan mengurangi backlog pengadilan imigrasi.

Lebih dari 200 ribu kasus ditutup selama enam tahun terakhir masa kepresidenannya. Penutupan itu secara rutin digunakan untuk orang-orang tanpa latar belakang kriminal yang telah tinggal selama bertahun-tahun di AS, sering kali dengan anak-anak atau pasangan warga negara AS.

Dalam banyak kasus, para imigran memenuhi syarat untuk izin kerja. Pemerintahan Presiden Donald Trump telah mengambil taktik yang sangat berbeda pada imigrasi, menyatakan bahwa semua imigran di negara itu ilegal, tak peduli apakah mereka menimbulkan ancaman terhadap keselamatan publik atau tidak, mereka harus tunduk pada deportasi.

Karena pengadilan imigrasi berada di bawah yurisdiksi Departemen Kehakiman, Jaksa Agung dapat mengeluarkan pendapat dalam kasus imigrasi untuk membentuk preseden hukum bagi hakim di seluruh negeri dan Dewan Imigrasi. Pada hari Kamis (17/5), Sessions mengeluarkan perintah seperti itu dalam sebuah kasus di mana seorang hakim telah memberikan penutupan administratif bagi seorang remaja yang tidak didampingi dari Guatemala.

Sebelum putusan Sessions, pemerintah atau imigran dapat meminta hakim untuk menutup sebuah kasus. Jaksa Agung memutuskan bahwa "Hakim tidak memiliki wewenang umum untuk menangguhkan proses imigrasi tanpa batas dengan penutupan administratif." kata Jaksa Agung Sessions.

Dia mengatakan pengecualian dapat dilakukan dalam beberapa kasus, termasuk ketika seorang imigran memiliki bentuk status hukum tertentu yang tertunda. Sessions diam-diam telah melembagakan kebijakan bahkan sebelum pengumuman ini.

Reuters melaporkan Juni lalu bahwa jaksa penuntut pemerintah bergerak untuk memasukkan kasus-kasus yang sebelumnya telah ditutup kembali pada kalender pengadilan. Namun, Sessions mengakui dalam ordo itu, yang menyatakan kembali semua kasus yang telah ditutup, kemungkinan akan membanjiri pengadilan imigrasi.

Pengacara imigrasi dan advokat dengan cepat mengkritik keputusan Sessions. "Keputusan itu dimaksudkan untuk mengurangi hakim imigrasi ke mesin deportasi," kata Chuck Roth dari Pusat Keimigrasian Imigran Nasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement