Rabu 22 Jan 2020 13:46 WIB

Donald Trump Siap Bantu Atasi Masalah Kashmir

Donald Trump mengatakan mengawasi perkembangan situasi di Kashmir

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Donald Trump mengatakan mengawasi perkembangan situasi di Kashmir. Ilustrasi.
Foto: EPA/Justin Lane
Donald Trump mengatakan mengawasi perkembangan situasi di Kashmir. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, DAVOS -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan mengawasi perkembangan situasi di Kashmir. Hal itu dia sampaikan saat bertemu Perdana Menteri Pakistan Imran Khan di sela-sela Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss pada Selasa (21/1).

"Kami berbicara tentang Kashmir sehubungan dengan apa yang terjadi dengan Pakistan dan India. Dan jika kami dapat membantu, kami tentu akan membantu," kata Trump.

Baca Juga

Trump mengaku mengikuti perkembangan Kashmir sejak ketegangan membekap wilayah tersebut. "Kami sudah menyaksikan itu dan mengikutinya dengan sangat, sangat dekat," ujarnya.

Akhir pekan lalu Imran Khan memperingatkan India agar tak melanjutkan aksi militernya di Line of Control (LoC) yakni perbatasan de facto kedua negara di wilayah Kashmir. Pakistan mengisyaratkan siap mengambil tindakan balasan terhadap India.

"Saya ingin menjelaskan kepada India dan komunitas internasional bahwa jika India melanjutkan serangan militernya menewaskan warga sipil di seluruh LoC, Pakistan akan semakin sulit untuk tetap menjadi pengamat yang tidak aktif," kata Khan melalui akun Twitter pribadinya pada Ahad (19/1).

Menurut dia, saat pasukan India terus membidik dan membunuh warga sipil di sekitar LoC, Dewan Keamanan PBB harus bertindak. "Ada kebutuhan mendesak bagi Dewan Keamanan PBB untuk mendesak India mengizinkan UNMOGIP (Kelompok Pengamat Militer PBB di India dan Pakistan) kembali ke sisi LoC IOJK (Indian Occupied Jammu-Kashmir)," ucap Khan.

Belum lama ini, pasukan India di LoC melepaskan tembakan serampangan dan tanpa alasan di sektor Kotkotera. Hal itu menyebabkan seorang warga desa Jugalpal bernama Shamim Begum menderita luka serius.

Pada Desember lalu, Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mahmood Qureshi mengirim surat kepada Dewan Keamanan PBB. Dalam surat itu dia mengatakan bahwa sejak Januari 2019, pasukan India telah melakukan lebih dari tiga ribu pelanggaran gencatan senjata yang menargetkan 300 warga sipil, termasuk wanita serta anak-anak.

Kashmir sempat dibekap ketegangan sejak India mencabut status khusus wilayah tersebut pada 5 Agustus tahun lalu. Masyarakat memprotes, kemudian menggelar aksi demonstrasi di beberapa daerah di sana. Mereka menolak status khusus dicabut karena khawatir dapat mengubah komposisi demografis Kashmir.

Pakistan pun memprotes keputusan India. Islamabad bahkan membekukan semua aktivitas perdagangan dan  menurunkan level hubungan diplomatiknya dengan New Delhi. Kashmir merupakan satu-satunya wilayah di India yang berpenduduk mayoritas Muslim.

Sejak merdeka dari Inggris pada 1947, Kashmir terpecah dua. Dua pertiga wilayahnya dikuasai India, sementara sisanya dimiliki Pakistan. Wilayah itu kemudian dipisahkan dengan garis LoC. Perselisihan akibat sengketa Kashmir telah membuat India dan Pakistan tiga kali berperang yakni pada 1948, 1965, dan 1971.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement