Rabu 07 Feb 2018 14:59 WIB

PBB Puji Peran Indonesia dalam Konflik Myanmar

Indonesia dinilai telah berhasil melakukan transisi demokrasi.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Jokowi kunjungi pengungsi Rohingya di Bangladesh
Foto: BPMI
Presiden Jokowi kunjungi pengungsi Rohingya di Bangladesh

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peran Indonesia terkait konflik Rohingya di Myanmar mendapat perhatian khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Secara khusus, Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) PBB Zeid Ra'ad Al Husein memuji peran Indonesia dalam konflik tersebut.

"Keterlibatan aktif Indonesia dalam kondisi buruk yang dialami Muslim Rohingya patut dipuji dan sangat diperlukan," kata Zeid Ra'ad Al Husein dalam kunjungannya ke Indonesia, Rabu (7/2).

Kedatangan Zeid ke Indonesia sekaligus memperingati 70 tahun deklarasi HAM universal. Dia mengatakan, sejak 998 lalu, Indonesia telah berhasil melakukan transisi demokrasi dan memperkuatnya dengan pertumbuhan ekonomi. Indonesia, dia melanjutkan, merupakan salah satu negara paling progresif di kawasan dalam bidang HAM.

Seperti diketahui, etnis minoritas muslim Rohingya menjadi korban kekerasan militer Myanmar yang terjadi sejak 25 Agustus tahun lalu. Lebih dari 600 ribu penduduk Rohingya melarikan diri ke Bangladesh untuk menyelamatkan diri mereka.

PBB menilai kekerasan yang dialami warga minoritas itu merupakan bentuk pembersihan etnis. Ini jika melihat operasi militer yang dilakukan saat itu sangat terorganisasi, terkordinasi, dan sistematik. Operasi dimulai sebelum serangan pemberontakan terhadap pos polisi, mulai dari pembunuhan, penyiksaan, dan pemerkosaan anak-anak.

Zeid tidak memungkiri adanya tindakan pembersihan etnis dan genosida yang terjadi di negara tersebut. Dia mengatakan, kekerasan yang dilakukan tentara Myanmar terhadap minoritas Muslim Rohingya berpotensi memicu konflik regional.

Dia mengatakan, pelanggaran HAM yang dilakukan saat ini bisa menjadi konflik di kemudian hari. Lanjutnya, krisis Rohingya berpotensi memicu konflik yang lebih luas jika berdasarkan identitas keagamaan. Zeid menilai, konflik yang terjadi saat ini adalah puncak dari aksi diskriminasi dan kekerasan terhadap etnis Rohingya yang telah berlangsung selama lima dekade.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement