Senin 26 Feb 2018 17:47 WIB

Myanmar Akui Ratakan Desa Muslim Rohingya, Tapi ...

Yangon membantah menghilangkan barang bukti kekejaman.

Kambing milik penduduk etnis Rohingya berkeliaran di reruntuhan rumah yang terbakar di Desa Alel Than Kyaw , Maungdaw Selatan,  Rakhine, Myanmar, beberapa waktu lalu. Menyusul eksodus warga etnis Rohingya ribuan ternak milik pengungsi berkeliaran tanpa tuan.
Foto: AP Photo
Kambing milik penduduk etnis Rohingya berkeliaran di reruntuhan rumah yang terbakar di Desa Alel Than Kyaw , Maungdaw Selatan, Rakhine, Myanmar, beberapa waktu lalu. Menyusul eksodus warga etnis Rohingya ribuan ternak milik pengungsi berkeliaran tanpa tuan.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Myanmar meratakan sisa desa Muslim Rohingya untuk memberi jalan bagi pemukiman kembali pengungsi sebagai upaya pembangunan kembali di negara bagian Rakhine. Perataan itu, klaim pemerintah, bukan upaya menghancurkan bukti kekejaman.

Pada pekan lalu, Human Rights Watch, yang bermarkas di New York  mengulas citra satelit yang menunjukkan Myanmar merata-tanahkan setidak-tidaknya 55 desa di Rakhine, termasuk dua yang tampaknya utuh sebelum mesin berat tiba.

Kelompok tersebut mengatakan, pembongkaran tersebut dapat menghapus bukti kekejaman pasukan keamanan atas pembersihan suku kecil Rohingya. Hal itu sebagaimana yang dilontarkan PBB dan Amerika Serikat.

 

Baca juga, Militer Myanmar Sebut tak Ada Rohingya yang Terbunuh.

 

Kekerasan militer, yang dilakukan karena serangan gerilyawan Rohingya di 30 pos polisi dan pangkalan militer pada 25 Agustus 2017, menyebabkan 688 ribu orang mengungsi dari desa mereka dan melintasi perbatasan ke Bangladesh.

Banyak dari korban menceritakan pembunuhan, pemerkosaan dan pembakaran oleh tentara dan polisi Myanmar.

Myanmar telah menolak sebagian besar tuduhan dan meminta lebih banyak bukti pelanggaran.  Namun Yangon juga menolak wartawan independen, pemantau HAM dan penyidik yang ditunjuk PBB guna mengakses zona konflik tersebut.

Pemimpin Aung San Suu Kyi pada bulan Oktober mendirikan "Union Enterprise for Humanitarian Assistance, Resettlement and Developmen"t (UEHRD) untuk memimpin tanggapan domestik.

Ekonom veteran Aung Tun Thet, yang merupakan ketua badan tersebut, mengatakan bahwa desa-desa dibuldoser untuk mempermudah pemerintah memindahkan pengungsi sedekat mungkin ke bekas rumah mereka.

"Tidak ada keinginan untuk menyingkirkan apa yang disebut bukti," katanya kepada wartawan pada Senin, menanggapi tuduhan pembongkaran bukti tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement