Senin 05 Mar 2018 19:35 WIB

Kim Jong-un Temui Utusan Khusus Korea Selatan

Utusan khusus Korsel mengemban misi membuka pembicaraan tentang nuklir Korut.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Warga menonton pidato tahun baru Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un di Seoul Railway Station di Seoul, Rabu (3/1).
Foto: AP Photo/Ahn Young-joon
Warga menonton pidato tahun baru Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un di Seoul Railway Station di Seoul, Rabu (3/1).

REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Pemimpin tertinggi Korea Utara (Korut) Kim Jong-un menemui utusan khusus Presiden Korea Selatan (Korsel) Moon Jae-in di Pyongyang, Senin (5/3). Hal itu merupakan momen perdana Kim Jong-un berhadapan langsung dengan pejabat tinggi Korsel sejak memerintah pada 2011.

Pejabat Korsel yang diutus Moon Jae-in untuk bertemu Kim Jong-un adalah Penasihat Keamanan Nasional Chung Eui-yong dan Kepala Badan Intelijen Nasional Suh Hoon. Keduanya merupakan pejabat Korsel pertama yang bertemu langsung dengan Kim Jong-un. Chung Eui-yong dan Suh Hoon mengemban misi untuk membuka pembicaraan dengan Korut, khususnya tentang penghentian program rudal nuklir dan negosiasi dengan Amerika Serikat (AS).

"Saya berencana mengadakan diskusi mendalam mengenai berbagai cara untuk melanjutkan pembicaraan, bukan hanya antara Korsel dan Korut, tapi juga Korut dan AS serta masyarakat internasional," kata Chung Eui-yong sebelum bertolak ke Pyongyang, dilaporkan laman Yonhap.

Chung Eui-yong dan Suh Hoon tiba di Pyongyang sekitar pukul 14.50 waktu setempat, setelah menempuh perjalanan selama 2,5 jam dari Seoul. Keduanya disambut oleh Ri Son-gwon, seorang kepala badan Korut yang bertanggung jawab atas urusan antar-Korea.

Tak lama setelah perbincangan singkat di bandara, Ri Son-gwon segera mengantar keduanya untuk bertemu Kim Jong-un. Pertemuan ini dibuka dengan sebuah jamuan makan malam bersama yang dipimpin langsung oleh Kim Jong-un.

Chung Eui-yong dan Suh Hoon dilaporkan membawa sepucuk surat dari Moon Jae-in. Surat khusus untuk Kim Jong-un ini diperkirakan berisi tentang ajakan dan permintaan Moon Jae-in agar Korut bersedia membuka diri untuk berdialog, tidak hanya dengan Korsel, tapi juga AS.

Moon diketahui cukup berhasrat mengajak Korut ke meja perundingan. Ia secara pribadi menilai sanksi internasional yang dijatuhkan kepada Korut akibat program rudal dan nuklirnya tidak akan menyelesaikan masalah. Sanksi, menurutnya, hanya akan membuat Korut semakin gigih merampungkan proyek persenjataannya.

Moon berulang kali menyatakan tentang pentingnya dialog dan negosiasi dengan Korut dalam rangka denuklirisasi di Semenanjung Korea. Dan ia mengakui dikirimnya utusan khusus ke Korut adalah untuk mengatur kemungkinan dialog semacam itu.

Pekan lalu, Moon melakukan pembicaraan via telepon dengan Presiden AS Donald Trump terkait rencananya mengirim utusan khusus ke Korut untuk membuka pembicaraan. Gedung Putih, dalam sebuah pernyataan mengatakan, pembicaraan dengan Korut harus dilakukan di bawah kondisi tertentu. Dalam konteks ini, Korut harus terlebih dulu menanggalkan proyek rudal nuklirnya sebelum duduk di meja perundingan.

AS bahkan telah menyiapkan paket sanksi baru untuk Pyongyang. Sanksi ini diharapkan mampu memaksa Korut tunduk dan patuh terhadap keinginan AS. Namun Korut masih tetap menantang.

Pada Sabtu (3/3), Korut menyatakan akan menolak setiap perundingan dengan AS bila disertai prasyarat sesuai kehendak Washington. Korut mengatakan AS seharusnya tidak salah menilai niat mereka untuk memulai dialog atau negosiasi guna mengakhiri ketegangan di Semenanjung Korea.

"Kami bermaksud menyelesaikan masalah dengan cara diplomatis dan damai melalui dialog serta negosiasi. Tapi kami tidak akan memohon untuk berdialog dan menghindari opsi militer yang diklaim AS," kata Kementerian Luar Negeri Korut dalam sebuah pernyataan pekan lalu. Ketegangan antara Korut dan AS diperkirakan akan menjadi hambatan tersendiri bagi Korsel yang tengah mengupayakan sebuah dialog atau negosiasi.

Hubungan antara Korut dan Korsel memang tengah mencair. Hal ini ditandai dengan berpartisipasinya Korut dalam perhelatan Olimpiade Musim Dingin PyeongChang pada Februari lalu. Tak hanya mengirim kontingen, Kim Jong-un pun mengutus adik perempuannya, Kim Yo Jong, untuk menghadiri upacara pembukaan Olimpiade Musim Dingin PyeongChang. Selama berada di Korsel, Kim Yo Jong mendapat perlakuan hangat dari pemerintahan Moon Jae-in.

Kim Jong-un bahkan mengucapkan terima kasih kepada Korsel karena telah menjamu adiknya dengan sangat baik. Setelah perhelatan Olimpiade PyeongChang usai, Kim Yo Jong secara pribadi mengundang Moon Jae-in untuk datang ke Pyongyang. Momen keakraban ini akhirnya dimanfaatkan Moon untuk mengirim utusan khusus ke Korut.

Kendati Moon memiliki niat untuk memperbaiki hubungan dengan Korut, tetapi hal itu diperkirakan tak akan berlangsung mulus. Hingga saat ini, pendapat politik di Korsel masih terpecah mengenai cara menghadapi Pyongyang.

Sebagian kalangan menilai dialog dengan Korut terkait upaya denuklirisasi di Semenanjung Korea memang perlu dilakukan. Sementara sebagian lainnya berpendapat hanya sanksi internasional yang mampu membuat Korut meninggalkan proyek rudal dan nuklirnya.

Korut dan Korsel pernah terlibat perang pada 1950-1953. Perang tersebut berakhir dengan gencatan senjata, tanpa ada kesepakatan damai tercapai hingga saat ini. Hubungan kedua negara kembali memanas sejak Korut aktif mengembangkan dan menguji rudal balistiknya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement