Selasa 03 Apr 2018 13:34 WIB

Malaysia Cegah Kapal Pengungsi Rohingya Masuk Negaranya

Warga Rohingya sering melarikan diri dari tanah kelahirannya melalui jalur laut.

Rep: Marniati/ Red: Nidia Zuraya
Pengungsi Muslim Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar di Teknaf, kota perbatasan Bangladesh.
Foto: Andrew Biraj/Reuters
Pengungsi Muslim Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar di Teknaf, kota perbatasan Bangladesh.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Otoritas Malaysia telah meningkatkan patroli untuk mencegat sebuah kapal yang diduga membawa belasan minoritas Muslim Rohingya untuk mencari perlindungan di negara itu. Badan Pelaksana Maritim Malaysia meningkatkan patroli mereka di Selat Malaka dan Laut Andaman, terutama di dekat pulau Langkawi.

Peningkatan patroli ini dilakukan setelah Otoritas Malaysia mendengar pemberhentian sebuah perahu nelayan dengan 56 orang di sebuah pulau di provinsi Krabi di Thailand selatan pada Ahad lalu. Perahu berhenti di pulau tersebut karena rusak akibat badai.

Para pejabat Thailand mengatakan kapal itu telah diperbaiki dan dipasok dengan makanan dan bahan bakar. Kapal melanjutkan perjalanan ke Malaysia sesuai dengan tujuan penumpangnya.

Rohingya sering melarikan diri melalui jalur laut. Sekitar 700 ribu orang telah melarikan diri dari negara bagian Rakhine Myanmar barat ke Bangladesh sejak Agustus lalu untuk menyelamatkan diri dari kampanye kontra-pemberontakan tentara Myanmar.

Baca juga, PBB Terkejut Atas Komentar Militer Myanmar Soal Rohingya

Thailand memiliki kebijakan resmi untuk mengirim kembali para pengungsi yang berada di perahu. Mereka yang telah mendarat dalam beberapa tahun terakhir telah ditahan di pusat-pusat penahanan. Ada juga banyak kasus pendaratan Rohingya di Thailand. Namun mereka justru menjadi korban perdagangan manusia dan perbudakan.

Kebanyakan Rohingya lebih suka menuju Malaysia karena negara itu mayoritas berpenduduk Muslim. Meskipun kebijakan pemerintah Malaysia masih belum terlalu jelas terkait izin masuk Rohingya ke Malaysia.

Chris Lewa dari Poyek Arakan mengatakan perahu yang berhenti di pulau Thailand berasal dari Sittwe, ibukota negara bagian Rakhine. Wilayah ini tidak terlalu mengalami dampak kekerasan dari militer Myanmar. Proyek Arakan merupakan sebuah kelompok penelitian dan advokasi independen.

Hal seperti ini pasti akan terjadi. Kita dapat mengatakan bahwa ada beberapa kapal yang berusaha melarikan diri, tetapi kebanyakan gagal dan kapal ini termasuk salah satunya," katanya.

Ia mengatakan eksodus massal kemungkinan tidak akan terjadi sampai musim hujan ini. Dia juga mencatat bahwa keamanan perbatasan Myanmar cukup ketat untuk membatasi keberangkatan kapal yang tidak sah.

Seorang pria Rohingya yang tinggal di dekat Sittwe, Faizel membenarkan laporan Lewa. Ia mengatakan hanya ada tiga kapal yang telah meninggalkan Sittwe sejak Desember lalu. Satu kapal menuju Bangladesh dan satu lainnya menghilang. Dia mengatakan kapal yang berada di Thailand kemungkinan kapal yang ketiga.

"Banyak orang ingin pergi, tetapi pada saat yang sama mereka takut akan risiko yang mereka ambil. Beberapa Rohingya telah ditangkap ketika mencoba melarikan diri ke kota-kota saat di Myanmar dan beberapa ditangkap di pantai ketika mencoba melarikan diri dengan perahu,"kata Faizel.

Dia mengaku telah mendengar biaya yang harus dikeluarkan Rohingya jika ingin meninggalkan Myanmar. Menurutnya, satu orang haru membayar 225 dolar AS pada saat keberangkatan dari Myanmar. Tetapi tidak ada yang tahu berapa banyak yang harus dibayar Rohingya saat kedatangan mereka di negara lain.

Tapi sekarang, menurut Faizel, bukan saat yang tepat bagi orang untuk pergi karena cuaca. "Waktu musim dingin akan lebih baik, tetapi selama musim dingin lalu, kami memiliki keamanan ketat di sini dan sulit untuk pergi. Setiap kali cuaca lebih baik dan keamanan mengendur, banyak orang akan pergi," katanya.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement