Kamis 05 Apr 2018 23:10 WIB

Perdamaian Korea Dinilai Masih Perlu Proses Panjang

'Pihak-pihak yang berkepentingan akan tetap dalam posisinya sekarang.'

Kapal feri Korea Utara (Korut) Mangyongbong 92 yang membawa 140 musisi orkestra mendekat di pelabuhan di Donghae, Korea Selatan (Korsel), Selasa (6/2).
Foto: REUTERS/Kim Hong-Ji
Kapal feri Korea Utara (Korut) Mangyongbong 92 yang membawa 140 musisi orkestra mendekat di pelabuhan di Donghae, Korea Selatan (Korsel), Selasa (6/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hubungan internasional Nur Rachmat Yuliantoro menilai proses perdamaian di Semenanjung Korea masih memerlukan proses panjang. Meskipun, situasi saat ini menunjukan perkembangan politik yang positif.

"Menurut saya masih sangat jauh, sehingga dalam konteks ini pihak-pihak yang berkepentingan akan tetap dalam posisinya sekarang," kata Kepala Departemen Hubungan Internasional Universitas Gajah Mada ini saat dihubungi di Jakarta, Kamis (5/4).

Sedangkan pada Amerika Serikat, sebagai pihak yang memiliki kepentingan terbesar di kawasan tersebut, Rachmat menilai AS akan tetap menaruh rasa curiga pada Korea Utara dan menganggap sebagai musuh, namun di sisi lain akan tetap melindungi kepentingan-kepentingan Korea Selatan.

Sebelumnya, pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un mengirimkan adik perempuannya untuk menghadiri pelaksanaan Olimpiade Musim Dingin Pyeongchang di Korea Selatan, yang diikuti oleh kunjungan balasan dari pejabat keamanan Selatan ke Utara, yang dinilai sebagai perkembangan positif di kawasan.

Rachmat menerangkan agar terjadi perdamaian di Semenanjung Korea paling tidak ada syarat yang harus dilakukan oleh Korea Utara, yaitu menghentikan program senjata nuklirnya.

"Meski ada rencana pertemuan dua Korea dan AS, tapi Kim Jong-Un belum mengatakan akan menguruangi atau menghentikan nuklir. Padahal itu syarat yang diminta Selatan, AS, juga Jepang. Jadi kalau syarat itu tidak dipenuhi ya akan sulit membayangkan akan ada perdamaian," tutur Rachmat menjelaskan.

Menyikapi hal ini, maka sikap AS akan tetap pada pendiriannya yang menekankan pelucutan Nuklir pada Korea Utara, sembari menunggu perkembangan dari pembicaraan tersebut.

"Trump akan melihat betul apakah Kim hanya sekedar berucap di mulut atau bersungguh-sungguh dengan itikad baik. Kalau memang serius, AS tentu akan melihat bahwa perdamaian di Semenanjung Korea berkontribusi bagi stabilitas kawasan," pungkasnya.

Guna membahas perbaikan di Semenanjung Korea, direncanakan dua pertemuan antar-Korea dan antara Korea Utara dan Amerika Serikat, masing-masing dilaksanakan pada akhir bulan April dan akhir bulan Mei.

Pembicaraan mengenai KTT antar-Korea, yang akan menjadi pertemuan pertama sejak 2007, merupakan hal positif setelah berbulan-bulan ketegangan antara Pyongyang, Seoul dan, Washington mengenai program nuklir dan rudal Korea Utara.

Pertukaran ancaman dan hujatan antara Kim Jong Un dan Presiden AS Donald Trump tahun lalu juga menyebabkan kegelisahan di Semenanjung Korea.

Dalam sebuah laporan yang dikutip dari Reuters, pada bulan Februari Kim Jong Un memberikan instruksi penting untuk tindakan yang mungkin dilakukan demi menjaga suasana perdamaian dan dialog tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement