Jumat 27 Apr 2018 13:16 WIB

Kachin, Etnis Lain yang Juga Ditindas Militer Myanmar

Kelompok etnis Kachin mendesak DK PBB mengambil tindakan terhadap militer Myanmar.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
Warga etnik Kachin mengantre untuk memberikan suaranya dalam pemilu Myanmar di Kota Kachin, utara Myanmar beberapa waktu lalu.
Foto: EPA/Seng Mai
Warga etnik Kachin mengantre untuk memberikan suaranya dalam pemilu Myanmar di Kota Kachin, utara Myanmar beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Sebanyak 32 kelompok masyarakat sipil Kachin di Myanmar dan luar negeri pada Rabu (25/4) mengirim surat ke Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB). Dalam suratnya, kelompok masyarakat Kachin mendesak DK PBB mengambil tindakan terhadap militer Myanmar yang dianggap berupaya melenyapkan identitas etnisnya.

Di surat tersebut, mereka mengatakan, komunitas etnis Kachin yang berada di Myanmar utara telah mengalami pelanggaran hak, termasuk eksekusi, pemindahan paksa, pemerkosaan, penangkapan, serta penahanan sewenang-wenang. Hal ini terjadi selama bertahun-tahun konflik bersenjata berlangsung di wilayah tersebut.

"Jenis-jenis pelanggaran hak asasi manusia ini bukan hal baru bagi masyarakat Kachin atau kelompok etnis lain di Myanmar," kata kelompok masyarakat sipil Kachin dalam suratnya, dikutip laman Anadolu Agency.

"Militer Myanmar telah menggunakan taktik ini untuk menanamkan rasa takut dan kontrol dalam upayanya menghancurkan identitas etnis kita, menghancurkan agama kita, menjajah tanah kita, dan mencuri sumber daya alam kita," kata kelompok tersebut menambahkan dalam suratnya.

Khun Ja, perwakilan dari Kachin Peace Network, salah satu kelompok yang turut menandatangani surat yang dikirim ke DK PBB, mengatakan bahwa pemerintah dan parlemen Myanmar belum memberi perhatian yang cukup terkait situasi di negara bagian Kachin.

"Lebih dari 2.000 orang terperangkap di antara pertempuran awal bulan ini. Namun, baik pemerintah maupun parlemen tidak melakukan apa pun untuk melindungi orang-orang miskin ini," kata Khun Ja.

Militer Myanmar memang tengah terlibat pertempuran dengan Kachin Independent Army (KIA) di negara bagian Kachin. Pertempuran ini sempat terputus selama 17 tahun setelah tercapai kesepakatan gencatan senjata. Namun, pada Juni 2011, pertempuran kembali berlanjut setelah kesepakatan gencatan senjata tak dapat dipertahankan.

Khun Ja meminta DK PBB segera menarik militer Myanmar ke Pengadilan Pidana Internasional (ICC). "Mereka jelas gagal melindungi komunitas kami dari militer. Itulah mengapa kami mendesak PBB untuk merujuknya ke ICC," ujarnya.

Tak hanya membela komunitas etnisnya, kelompok masyarakat sipil Kachin pun menyuarakan keprihatinan atas kekerasan yang dialami warga Rohingya di negara bagian Rakhine. Menurut mereka, dengan dua kasus ini, Myanmar layak dibawa ke ICC.

Jenderal Nyi Nyi Tun, seorang juru bicara militer Myanmar, telah membantah tudingan yang dilayangkan kelompok masyarakat sipil Kachin. "Tuduhan itu tidak berdasar," katanya.

Ia justru menyebut kelompok pemberontak dari etnis Kachin yang bertanggung jawab atas konflik bersenjata di sana. Konflik, kata dia, telah meluas ke Tanai, sebuah daerah penambangan emas.

Myanmar bagaimanapun telah menyatakan ICC tidak memiliki yurisdiksi untuk mengadili Myanmar. Sebab, negara tersebut bukan merupakan pihak dari Statuta Roma. Selain itu, Myanmar mengatakan, negara harus mendaftar untuk menjadi anggota ICC.

Pada Agustus tahun lalu, militer Myanmar menggelar operasi di Rakhine untuk memburu gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA). Namun, dalam eksekusinya, militer Myanmar justru turut menyerang warga sipil Rohingya. Mereka diberondong dengan tembakan dan permukimannya dibakar.

Akibat aksi tersebut, lebih dari setengah juta warga Rohingya melarikan diri dan mengungsi ke Bangladesh. Walupun Myanmar dan Bangladesh telah menyepakati proses repatriasi pada November lalu, banyak pengungsi Rohingya yang enggan kembali.

Mereka mengaku sangat trauma. Di sisi lain, kesepakatan repatriasi antara kedua negara belum mencantumkan tentang jaminan keamanan serta keselamatan bagi warga Rohingya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement