Rabu 02 May 2018 13:48 WIB

PBB Sebut Myanmar Belum Siap Terima Kembali Rohingya

PBB meninjau persiapan Myanmar untuk proses repatriasi pengungsi Rohingya.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
 Ribuan pengungsi muslim Rohingya yang mealrikan diri dari Myanmar, tertahan di perbatasan di Palong Khali, Bangladesh, Selasa (17/10).
Foto: AP/Dar Yasin
Ribuan pengungsi muslim Rohingya yang mealrikan diri dari Myanmar, tertahan di perbatasan di Palong Khali, Bangladesh, Selasa (17/10).

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- PBB menilai Myanmar belum sepenuhnya siap menghadapi dan melaksanakan proses repatriasi pengungsi Rohingya dari Bangladesh. Hal itu diungkapkan pemimpin delegasi Dewan Keamanan PBB ke Myanmar Gustavo Adolfo Meza-Cuadra Velasquez.

Delegasi diplomat dari Dewan Keamanan PBB telah tiba di Sittwe, ibu kota negara bagian Rakhine barat, pada Selasa (1/5) pagi waktu setempat. Salah satu tujuan kunjungan tersebut adalah meninjau persiapan Myanmar berkaitan dengan proses repatriasi pengungsi Rohingya.

"Pemerintah Myanmar telah mengambil banyak langkah untuk mengimplementasikan kesepakatan (repatriasi dengan Bangladesh). Tapi saya pikir ada banyak yang perlu dilakukan untuk pemulangan (pengungsi) yang aman, sukarela, dan bermartabat," kata Velasquez, dilaporkan laman Anadolu.

Ia mengatakan, sebelum ke Myanmar delegasi Dewan Keamanan PBB telah terlebih dulu mengunjungi Bangladesh untuk bertemu dengan para pengungsi Rohingya. Dalam kesempatan tersebut pengungsi mencurahkan alasan soal keenggenan mereka kembali ke Myanmar. Salah satu alasan tersebut berkaitan dengan tak adanya jaminan keamanan dan keselamatan dalam kesepakatan repatriasi.

"Ada kondisi dan pembatasan yang tidak diterima pengungsi dan saya pikir PBB juga harus dilibatkan. Beberapa badan PBB seperti UNHCR (Badan Pengungsi PBB) dan UNDP (Program Pembangunan PBB), kami tahu ada proses untuk menandatangani nota kesepahaman antara mereka dan Pemerintah Myanmar. Kami ingin melihat itu segera terjadi," ujar Velasquez.

Lebih dari setengah juta warga Rohingya telah melarikan diri dari negara bagian Rakhine dan mengungsi ke Bangladesh sejak militer Myanmar menggelar operasi pada Agustus tahun lalu. Pasukan Myanmar yang mengklaim hanya memburu gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA), turut menyerang dan menghabisi warga sipil Rohingya di sana.

PBB telah menyatakan bahwa yang dilakukan militer Myammar terhadap Rohingya merupakan pembersihan etnis. PBB juga telah menggambarkan Rohingya sebagai orang-orang yang paling teraniaya dan tertindas di dunia.

Pada November 2017, Myanmar dan Bangladesh telah menyepakati proses repatriasi pengungsi. Namun pelaksanaan kesepakatan tersebut belum optimal. Cukup banyak pengungsi Rohingya di Bangladesh yang enggan kembali ke Rakhine.

Mereka mengaku masih trauma atas kejadian yang menimpanya pada Agustus tahun lalu. Selain itu, kesepakatan repatriasi pun tak menyinggung perihal jaminan keamanan dan keselamatan bagi warga Rohingya yang kembali.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement