Ahad 06 May 2018 20:03 WIB

OKI Sepakat Bentuk Komite Atasi Krisis Rohingya

Komite akan fokus pada pengumpulan bukti tindakan yang mengganggu kedamaian dunia.

Rep: Winda Destiana Putri/ Red: Ani Nursalikah
 Sebuah foto diambil dari video yang dirilis oleh UNHCR pada 16 Oktober, menunjukkan ribuan pengungsi muslim Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar tiba di perbatasan Anjuman, Bangladesh.
Foto: Roger Arnold/UNHCR via AP
Sebuah foto diambil dari video yang dirilis oleh UNHCR pada 16 Oktober, menunjukkan ribuan pengungsi muslim Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar tiba di perbatasan Anjuman, Bangladesh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Kerja Sama Islam memutuskan membentuk komite perlindungan etnis Rohingya. Keputusan itu muncul setelah Gambia mengusulkan membentuk komite perlindungan guna mengoordinasikan dukungan internasional kepada Rohingya.

"Kami bersama dengan negara lainnya berkumpul dan membentuk komite semacam ini untuk memberikan perlindungan dunia terhadap Rohingya," kata Menteri Luar Negeri Bangladesh, AH Mahmoud Ali, yang juga sebagai Ketua Dewan OKI saat ini dilansir di The Daily Star.

Hal tersebut dibahas dalam pertemuan Konferensi Tingkat Menteri Negara-Negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang membahas tantangan terbesar kemanusiaan di negara-negara OKI. Komite tersebut nantinya akan bekerja sama dengan PBB, Pengadilan Kriminal Internasional, dan LSM untuk mempertahankan kedamaian di belahan dunia. Komite ini juga akan fokus pada pengumpulan informasi dan pengumpulan bukti tindakan yang mengganggu kedamaian masyarakat dunia.

Sekitar 700 ribu etnis Rohingya melarikan diri dari tindakan brutal militer Myanmar di Rakhine. Mereka menghadapi penolakan atas hak dan perlindungan sebagai masyarakat. Myanmar mengklaim tindakan keras tersebut sebagai bentuk pemberontakan. PBB menyatakan itu sebagai tindakan pembersihan etnis.

Sekitar ratusan ribu etnis Rohingya telah tewas sejak serangan terjadi. Myanmar hingga saat ini belum menarik kembali mereka meski sudah menandatangani kesepakatan bilateral pada November tahun lalu. PBB justru menyebut saat ini Myanmar belum kondusif untuk menyambut etnis Rohingya kembali.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement