Senin 28 May 2018 07:28 WIB

Perempuan Adat Guatemala Ditembak Mati Polisi Perbatasan AS

Perempuan muda itu sedang melakukan perjalanan ke AS untuk mencari kerja.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Teguh Firmansyah
Ilustrasi Penembakan
Foto: Pixabay
Ilustrasi Penembakan

REPUBLIKA.CO.ID, RIO BRAVO -- Kelompok-kelompok hak imigran di seluruh Amerika Serikat (AS)  mengutuk penembakan seorang perempuan adat Guatemala di Rio Bravo, Texas, dekat perbatasan dengan Meksiko. Wanita itu diidentifikasi bernama Claudia Patricia Gomez Gonzales (20 tahun).

Ia ditembak di kepala oleh agen Customs Border Police (CBP) pada Rabu (23/5). Menurut media setempat yang mengutip pernyataan keluarga Gonzales, perempuan muda itu sedang melakukan perjalanan ke AS dari sebuah desa kecil di Guatemala untuk mencari pekerjaan demi membiayai pendidikannya.

Kematiannya telah membuat marah organisasi hak imigran. Mereka mengatakan, di bawah kepemimpinan Presiden AS Donald Trump, polisi perbatasan seperti CBP dan Immigration and Customs Enforcement (ICE) telah beroperasi dengan impunitas.

"Kongres perlu menghentikan kegilaan ini. Mereka memiliki kekuatan untuk mengakhiri lembaga-lembaga yang menargetkan komunitas kami," ujar Cristina Jimenez, Direktur Eksekutif United We Dream, jaringan imigran di New York, kepada Aljazirah.

Detail seputar insiden penembakan di Rio Bravo masih belum jelas. CBP mengatakan dalam sebuah pernyataan, seorang polisi perbatasan awalnya hanya menanggapi laporan adanya aktivitas ilegal di Rio Bravo.

"Laporan awal menunjukkan, ketika seorang polisi berusaha menangkap kelompok itu, dia diserang oleh banyak orang menggunakan benda tumpul," kata pernyataan itu.

Pada Jumat (25/5), CPB merilis pernyataan terbaru yang mengatakan polisi itu diduga diserang, tanpa menyebutkan penggunaan benda tumpul. "Kelompok itu mengabaikan perintah verbal dan malah menyerangnya. Tiga pria Guatemala kemudian ditangkap," kata pernyataan itu.

Seorang juru bicara CBP menolak untuk memberikan komentar lebih lanjut kepada Aljazirah. Namun polisi yang terlibat dalam insiden itu dinyatakan telah menerima cuti administratif.

Menurut media lokal di Guatemala, Gonzalez adalah seorang perempuan dari suku Maya-Mam yang telah lulus dari program akuntansi forensik pada 2016. Keluarganya mengatakan, dia akan pergi ke AS untuk mencari pekerjaan karena mereka tidak memiliki cukup uang baginya untuk melanjutkan studi.

Marta Martinez, warga yang melihat perempuan muda itu tergeletak di hamparan rumput kosong di luar rumahnya, mengatakan dia tidak mendengar adanya teriakan. Setelah penembakan itu, sebuah video muncul yang menunjukkan Martinez tengah memarahi polisi CBP di tempat kejadian.

"Mengapa Anda menganiaya mereka? Kenapa kamu menembak gadis itu? Anda membunuhnya! Mereka membunuh gadis itu! Dia meninggal," ujar Martinez.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement