Jumat 23 Feb 2018 17:26 WIB

Inggris Desak Suriah Hentikan Serangan ke Ghouta Timur

Inggris akan berupaya menekan Rusia agar dapat mendukung gencatan senjata.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Menteri Luar Negeri Inggris, Boris Johnson.
Foto: Reuters
Menteri Luar Negeri Inggris, Boris Johnson.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson mendesak pemerintah Suriah segera menghentikan serangan dan kekerasan ke Ghouta Timur, Suriah Timur. Menurut Johnson serangan tersebut brutal karena turut menargetkan warga sipil.

"Saya benar-benar terkejut dengan kekerasan yang brutal dan tanpa ampun yang dilakukan rezim (presiden) Assad terhadap orang-orang di GhoutaTimur," kata Johnson dalam sebuah pernyataan pada Kamis (22/2), dikutip laman Anadolu Agency.

Johnson mengakui serangan ke Ghouta Timur yang dilakukan militer pemerintah Suriah mendapat sokongan dari Rusia. Ia menegaskan, Inggris akan berupaya menekan Rusia agar dapat mendukung gencatan senjata dan memungkinkan pengiriman bantuan kemanusiaan ke daerah tersebut.

Melindungi orang-orang Suriah dan membuat mereka mendapatkan bantuan untuk menyelamatkan nyawanya, menurut Johnson, harus menjadi prioritas. "Pemerintah Inggris berkomitmen bekerja sama dengan semua mitra internasional guna mengakhiri pertumpahan darah yang mengerikan serta membuat kemajuan menuju solusi politik yang merupakan satu-satunya cara membawa perdamaian kepada rakyat Suriah," ujarnya.

Sejak akhir pekan lalu, pasukan pemerintah Suriah membombardir Ghouta Timur dengan menggunakan bom laras, artileri, dan jenis senjata lainnya. Serangan yang dilakukan dan diklaim untuk menumpas kelompok pemberontak tersebut ternyata turut membunuh warga sipil di sana. Hanya dalam beberapa hari saja, sekitar 250 warga sipil dilaporkan tewas akibat serangkaian serangan tersebut.

Konflik Suriah telah berusia tujuh tahun dan belum menunjukkan tanda-tanda akan segera usai. Konflik telah menyebabkan 11 juta warga Suriah meninggalkan negaranya. Mereka mencari tempat perlindungan ke berbagai negara, termasuk Eropa.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement