Selasa 13 Mar 2018 15:07 WIB

PM Inggris Sebut Rusia Dalang Serangan Racun Saraf

Inggris memberi waktu Rusia hingga Selasa (13/3) untuk menjelaskan mengenai racun ini

Perdana Menteri Inggris, Theresa May.
Foto: AP/Michel Euler
Perdana Menteri Inggris, Theresa May.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perdana Menteri (PM) Inggris Theresa May mengatakan pada Senin (12/3) bahwa Moskow sangat patut bertanggung jawab atas keracunan mantan mata-mata ganda Rusia Sergei Skripal dan putrinya di Inggris, dengan menggunakan racun saraf kelas militer. May mengatakan kepada parlemen bahwa Rusia secara langsung bertanggung jawab baik karena meracuni atau mengizinkan racun saraf tersebut berpindah tangan ke orang lain.

London memberi waktu kepada Rusia hingga Selasa (13/3) malam untuk menjelaskan penggunaan racun tersebut. Pejabat Inggris mengenali senyawa itu sebagai bagian dari kelompok racun saraf Novichok, yang dikembangkan militer Soviet selama 1970-an dan 1980-an, kata May.

Skripal, 66, dan putrinya, yang berusia 33 tahun, Yulia, berada di rumah sakit dalam keadaan gawat sejak ditemukan tidak sadar di bangku di luar pusat perbelanjaan di kota Salisbury pada 4 Maret. "Jika tidak ada tanggapan memadai, kami akan menyimpulkan bahwa tindakan ini sesuai dengan penggunaan kekuatan melanggar hukum oleh negara Rusia terhadap Inggris Raya," katanya, menyebut serangan tersebut sebagai tindakan sembrono dan tercela.

Kementerian Luar Negeri Rusia membalas dengan segera, dengan mengatakan bahwa pernyataan May adalah "pertunjukan sirkus" dan merupakan bagian dari kampanye informasi politik melawan Rusia.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Rex Tillerson mengatakan bahwa AS memiliki "kepercayaan penuh" dalam penilaian Inggris bahwa Rusia patut untuk bertanggung jawab. "Kami setuju bahwa mereka bertanggung jawab - baik yang melakukan kejahatan dan mereka yang memerintahkannya - harus menghadapi konsekuensi serius," demikian pernyataan Tillerson.

Sebelumnya, juru bicara Gedung Putih Sarah Sanders mengatakan bahwa Amerika Serikat mendukung "sekutu terdekat Amerika", namun dia mendadak menyalahkan Rusia atas serangan tersebut. Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan penggunaan racun saraf apapun adalah hal yang "mengerikan dan sama sekali tidak dapat diterima" dan "insiden tersebut menjadi perhatian besar NATO."

Hubungan antara Inggris dan Rusia telah menegang sejak pembunuhan mantan mata-mata Rusia KGB Alexander Litvinenko di London, yang meninggal pada 2006 setelah meminum teh hijau yang dicampur dengan radioaktif polonium-210.

Pada Senin, May mengatakan keracunan terakhir terjadi dengan latar belakang pola mapan agresi negara Rusia dan bahwa Inggris siap untuk mengambil "tindakan yang lebih jauh" terhadap Rusia ketimbang di masa lampau.

Duta Besar Rusia untuk London telah dipanggil untuk menjelaskan kepada Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson bagaimana racun saraf tersebut sampai bisa digunakan. "Pada Rabu kami akan mempertimbangkan secara rinci tanggapan dari negara Rusia," kata May.

Racun Novichok diyakini lima hingga 10 kali lebih mematikan daripada gas VX dan Sarin, yang lebih umum. Racun tersebut memperlambat kerja jantung dan membatasi saluran udara, yang menyebabkan kematian akibat sesak napas, kata mahaguru farmakologi Universitas Reading Gary Stephens.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement