Jumat 16 Mar 2018 23:21 WIB

Prancis Minta Wartawan Hentikan Semua Perjalanan ke Suriah

Permintaan tersebut dikirim ke semua media Prancis.

Bangunan yang hancur akibat pengeboman di Ghouta timur, pinggiran Damaskus, Suriah, Kamis (22/2).
Foto: Ghouta Media Center via AP
Bangunan yang hancur akibat pengeboman di Ghouta timur, pinggiran Damaskus, Suriah, Kamis (22/2).

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Prancis mendesak wartawan agar tidak melakukan perjalanan ke Suriah. Imbauan tersebut mengingat eskalasi kekerasan, terutama di Ghouta timur dan wilayah Afrin.

Surat resmi langka yang dikirim ke semua media Prancis itu dikeluarkan saat Paris semakin frustrasi oleh kegagalan Rusia untuk mendorong pelaksanaan gencatan senjata yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan kecurigaan bahwa pasukan yang loyal kepada Presiden Suriah Bashar al-Assad mungkin telah menggunakan senjata kimia, serta keputusan Turki untuk terus melanjutkan sebuah serangan terhadap gerilyawan Kurdi.

Presiden Prancis Emmanuel Macron pada 12 Maret menyampaikan bahwa ia bisa secara sepihak mengintervensi dengan serangan udara jika senjata kimia telah digunakan. "Dalam konteks meningkatnya kekerasan di Suriah, di wilayah tertentu Ghouta timur dan wilayah Afrin. Kita akan begitu bersyukur jika Anda akan menghentikan rencana untuk pergi ke negara itu atau untuk mengirim wartawan," kata juru bicara Kemenlu Agnes Von der Muhll dalam surat itu.

Berbicara kepada radio Europe 1 pada Jumat, pimpinan tentara Prancis Francois Lecointre mengatakan pasukannya siap untuk bertindak di Suriah jika dibutuhkan. "Tentu saja, mungkin akan beroordinasi dengan Amerika, "katanya. "Prancis bisa bertindak independen, tapi ada solidaritas dalam bertindak dengan sekutu strategis, dan sekutu yang memiliki visi yang sama tentang situasi di Suriah dan aksi aksi melampaui batas."

Macron sejak Mei lalu memperingatkan bahwa ia tidak akan menerima kegagalan membuka koridor kemanusiaan di Suriah atau penggunaan senjata kimia. Keduanya, katanya, adalah "melampaui batas".

Setelah laporan terus-menerus tentang serangan klorin, Macron telah mengulangi bahwa Prancis bisa melancarkan serangan udara terhadap target pemerintah jika ada bukti jelas dari intelijen Prancis bahwa senjata kimia itu telah digunakan dengan efek mematikan.

Sementara itu pemerintah Suriah berusaha merebut Ghouta timur, daerah besar terakhir yang dikuasai pemberontak di dekat Damaskus, dalam serangan sengit sejak pertengahan Februari. Pertempuran itu menjadi salah satu yang paling berdarah dari perang tersebut, dengan pemberontak mengalami kekalahan terburuk sejak pertempuran Aleppo pada 2016.

PBB menyatakan 400 ribu warga terjebak di Ghouta timur dengan sedikit makanan atau obat, dan meminta pengungsian mendesak bisa dilakukan terhadap 1.000 orang untuk alasan pengobatan.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement