Senin 19 Mar 2018 02:36 WIB

Pemilih Rusia Mengaku Dipaksa untuk Datang ke TPS

Kremlin berupaya menunjukkan kemenangan Putin tak ternoda jumlah pemilih yang rendah.

Rep: Marniati/ Red: Andri Saubani
Presiden Rusia Vladimir Putin.
Foto: AP
Presiden Rusia Vladimir Putin.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Pesaing Presiden Rusia Vladimir Putin menuduh Kremlin memaksa pemilih untuk menghadiri tempat pemungutan suara (TPS). Ini merupakan upaya Kremlin untuk memastikan kemenangan Putin tidak ternoda oleh jumlah pemilih yang rendah.

Seorang ajudan pemimpin oposisi Alexei Navalny, Ivan Zhdanov mengatakan, pendukung Navalny melakukan pemantauan di TPS. Mereka melaporkan orang-orang datang ke TPS karena perintah atasan mereka.

Alexei Navalny dilarang ikut pilpres karena terjerat kasus korupsi. "Kami akan menyebutnya shuttle bus ellection. Beberapa organisasi, beberapa bus, membawa banyak orang," kata Zhdanov.

Pejabat Kremlin secara pribadi mengakui beberapa pemilih enggan untuk memberikan suara mereka meski mendukung Putin. Ini karena mereka yakin Putin pasti akan menang. Namun, para pejabat mengatakan pemungutan suara akan adil.

Ketua komisi pengorganisasian pemungutan suara secara nasional, Ella Pamfilova megatakan setiap kecurangan akan ditandai. Dia mengatakan mereka yang menuduh pemilihan dicurangi memiliki prasangka terhadap pemerintah Rusia.

Menurut laporan Reuters, Ahad (18/3), beberapa pemilih mengaku diinstruksikan oleh atasan mereka untuk memberikan suara. Mereka juga mengambil foto sebagai bukti telah memilih.

Seorang pria berusia 25 tahun yang memilih di wilayah Lipetsk di selatan Moskow, mengatakan di tempatnya bekerja, ia dipaksa untuk memilih. Ia juga dipaksa untuk menunjukan bukti foto.

Di tempat pemungutan suara di Ust-Djeguta, dua siswa berusia 18 tahun telah mencantumkan surat suara mereka. Saat ditanya alasan memilih, kedua siswa tersebut mengaku terpaksa melakukannya. "Ketika ditanya siapa yang memaksa Mereka, murid itu berkata, "Guru."

Di tempat pemungutan suara yang sama di Ust-Djeguta, sekelompok perempuan memilih. Mereka lalu naik ke sebuah bus yang sedang menunggu di jalan. Di bus itu tertulis nama sebuah rumah perawatan anak-anak. Namun, mereka menolak berkomentar terkait hal itu.

Dalam satu kasus, seorang pejabat pemilihan senior yang memeriksa sebuah TPS mengatakan mengambil foto saat memilih tidak diperebolehkan. Ia memerintahkan petugas pemilihan untuk mengatasi hal itu.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement