Kamis 22 Mar 2018 08:18 WIB

Perang Kata-Kata Perburuk Hubungan Inggris dan Rusia

Hubungan Inggris dan Rusia memanas sejak serangan racun agen syaraf.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Nur Aini
Menteri Luar Negeri Inggris, Boris Johnson.
Foto: Reuters
Menteri Luar Negeri Inggris, Boris Johnson.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Perang kata-kata antara Rusia dan Inggris semakin memperburuk hubungan kedua negara tersebut. Krisis diplomatik keduanya terjadi setelah insiden serangan racun agen saraf terhadap mantan agen mata-mata Rusia Sergey Skripal dan putrinya di Kota Salisbury, Inggris.

Inggris menuduh Rusia telah menggunakan racun agen saraf kelas militer Novichok dalam serangan yang membuat Skripal dan putrinya berada dalam kondisi kritis. Namun Moskow membantah keras terlibat dalam serangan tersebut.

Pada Rabu (21/3), Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson mengomentari perhelatan Piala Dunia 2018 di Rusia. Ia mengaku setuju dengan seorang anggota parlemen dari Partai Buruh yang menyamakan Piala Dunia 2018 di musim panas ini dengan Olimpiade 1936 yang digunakan Adolf Hitler untuk tujuan politik.

"Saya pikir perbandingan dengan Olimpiade 1936 tentu benar. Saya pikir cukup memuakkan untuk memikirkan kegembiraan Putin dalam menyelenggarakan acara olah raga itu," ujar Johnson.

Sementara juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan Johnson telah diracuni oleh kebencian, ketidakprofesionalan, dan kebodohan. "Sangat menakutkan untuk mengingat bahwa orang ini mewakili kepemimpinan politik dari sebuah kekuatan nuklir," kata Zakharova.

Dalam akun Facebook pribadinya, Zakharova mengatakan komentar Johnson mencerminkan upaya London untuk menjadikan Rusia sebagai musuh. Inggris menggunakan alasan yang paling tidak masuk akal untuk memboikot Piala Dunia 2018.

"Apa akibat yang harus ditanggung? Atas provokasi negara dan orang-orang satu sama lain yang merusak perdamaian dan stabilitas internasional. Bukankah akibat yang harus ditanggung terlalu besar?" ungkapnya.

Zakharova menegaskan, komentar Johnson yang membandingkan Piala Dunia 2018 dengan Olimpiade 1936 sangat tidak dapat diterima. Pernyataan itu tidak sebanding dengan kenyataan bahwa Rusia telah kehilangan jutaan nyawa dalam memerangi Nazisme.

Wakil Kepala Departemen Non-Proliferasi Kementerian Luar Negeri Rusia Vladimir Yermakov mencemooh ekspresi solidaritas negara-negara Barat. Menurutnya, solidaritas itu tidak ada artinya tanpa adanya bukti.

"Apakah mereka tersihir mantra serial televisi 'Strike Back'?" ujar Yermakov dalam sebuah pertemuan dengan diplomat asing. Yermakov mengacu pada sebuah serial TV Inggris-Amerika yang menampilkan plot pembunuhan dengan menggunakan racun agen saraf Novichok.

Yermakov menuduh Inggris menyembunyikan fakta yang sebenarnya. "Para ahli akan setuju bahwa penggunaan agen saraf kelas militer akan menyebabkan banyak korban jiwa di tempat serangan, tetapi kita melihat gambaran yang sangat berbeda di Salisbury," ujar dia.

Inggris dan Rusia telah mengusir 23 dari masing-masing diplomat mereka sebagai tanggapan balasan terhadap serangan itu. Inggris juga berusaha menggalang dukungan sekutu untuk menjatuhkan sanksi baru terhadap Moskow.

Yermakov menantang Inggris untuk membeberkan semua data. Moskow memperingatkan tidak akan menerima penyelidikan yang dilakukan Inggris jika tidak melihat bukti.

Dia menambahkan, tuduhan Inggris atas penggunaan agen saraf Novichok adalah bagian dari upaya negara itu untuk menyalahkan Rusia. "Rusia tidak memiliki hubungan dengan racun apapun karena tidak menguntungkan kami dengan cara apapun," jelasnya.

Rusia sebelumnya mengklaim tidak memiliki motif untuk membunuh Skripal. Pria ini sempat dihukum karena bekerja sebagai mata-mata untuk Inggris, tetapi kemudian mendapat perlindungan dari Inggris pada 2010.

Moskow juga menegaskan mereka telah menyelesaikan penghancuran persenjataan kimia tahun lalu di bawah pengawasan internasional. Sementara itu, seorang ilmuwan Rusia yang terlibat dalam perancangan agen saraf Novichok, Vladimir Uglev, mengatakan tes laboratorium dapat dengan jelas menentukan asal dari racun tersebut.

Uglev mengatakan kepada portal berita daring The Bell, agen saraf Novichok yang umum di Barat tidak digunakan oleh para ilmuwan Soviet. Dia mengatakan, sejumlah varian agen saraf tersebut dikembangkan oleh Soviet pada 1972-1988.

Uglev mengatakan para ahli kimia Inggris dapat menciptakan versi mereka sendiri dari agen saraf tersebut. Dia mencatat, sampel darah dapat menunjukkan siapa yang membuat agen saraf yang meracuni para korban itu.

Ilmuwan Rusia lainnya yang terlibat dalam pengembangan Novichok, Leonid Rink, mengatakan kepada kantor berita RIA Novosti, Inggris dan negara lain bisa dengan mudah mensintesis Novichok setelah ahli kimia Vil Mirzayanov beremigrasi ke AS dan mengungkapkan rumusnya.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement