Sabtu 24 Mar 2018 15:50 WIB

Bentrokan Pecah Setelah Pemimpin Separatis Katalunya Ditahan

Sebanyak 25 pemimpin Katalan diadili atas tuduhan pemberontakan.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Nur Aini
Walikota dari kota-kota di negara bagian Katalunya mengangkat tongkat di gedung parlemen lokal Katalunya setelah hasil voting memenangkan keputusan untuk memisahkan diri dari Spanyol
Foto: Manu Fernandez/AP
Walikota dari kota-kota di negara bagian Katalunya mengangkat tongkat di gedung parlemen lokal Katalunya setelah hasil voting memenangkan keputusan untuk memisahkan diri dari Spanyol

REPUBLIKA.CO.ID, BARCELONA -- Bentrokan terjadi antara massa pengunjuk rasa dengan polisi setelah Mahkamah Agung Spayol menahan para pemimpin separatis Katalunya. Lebih dari 20 orang terluka ketika polisi anti huru hara menggunakan tongkat untuk mengusir demonstran yang memenuhi jalanan di Kota Barcelona pada Jumat (23/3) malam.

Mahkamah Agung memutuskan, 25 pemimpin Katalan harus diadili atas tuduhan pemberontakan, penggelapan, dan ketidakpatuhan terhadap negara. Mereka terancam hukuman 30 tahun penjara.

Di Madrid, hakim Mahkamah Agung Pablo Llarena juga menahan lima pemimpin Katalan lainnya untuk ditahan tanpa jaminan. Penahanan dilakukan sambil menunggu persidangan atas keterlibatan mereka dalam referendum kemerdekaan pada Oktober lalu.

Salah satu pemimpin yang ditahan adalah Jordi Turull yang menjadi kandidat presiden regional Katalunya. Ia dijadwalkan akan kembali menghadapi pemungutan suara pada Sabtu (24/3) setelah sebelumnya gagal mendapatkan suara mayoritas di parlemen Katalunya.

Sementara tokoh separatis lainnya saat ini sudah berada di tahanan atau berada di pengasingan di luar negeri. Unjuk rasa yang dilakukan di Barcelona dan di sejumlah wilayah Katalunya lainnya itu telah digagas oleh kelompok separatis, sebelum keputusan pengadilan diumumkan. Keputusan Spayol untuk menahan para pemimpin separatis kemudian semakin memicu kemarahan demonstran sehingga terjadi bentrokan dengan polisi.

Mereka melambai-lambaikan bendera Katalunya dan meneriakkan slogan-slogan kemerdekaan sambil membakar beberapa gambar hakim Mahkamah Agung dan Raja Spanyol Felipe VI. Ketegangan segera berubah menjadi kekerasan setelah beberapa pengunjuk rasa mencoba menerobos garis polisi. "Ada dua juta orang yang ingin meninggalkan Spanyol dan mereka tidak bisa menempatkan kami semua di penjara," kata salah seorang demonstran, Carme Sala, kepada BBC.

Keputusan Mahkamah Agung Spanyol tersebut dianggap sebagai tantangan paling serius yang dihadapi gerakan kemerdekaan Katalan. Hampir seluruh pimpinan separatis sekarang menghadapi pertarungan hukum yang besar.

Lima politisi Katalan yang telah ditahan sejak Jumat (23/3) di Madrid adalah Jordi Turull, mantan juru bicara pemerintah Katalan dan kandidat presiden regional Katalunya; Josep Rull, mantan menteri pembangunan Katalan; Carme Forcadell, mantan ketua parlemen Katalan; Raul Romeva, mantan kepala urusan luar negeri Katalan; dan Dolors Bassa, mantan menteri tenaga kerja Katalan.

Kelima orang itu sebelumnya telah menghabiskan beberapa waktu di tahanan setelah referendum kemerdekaan dihelat di Katalunya tahun lalu. Namun mereka dibebaskan dengan jaminan di akhir tahun lalu sambil menunggu penyelidikan atas peran masing-masing dalam referendum terlarang tersebut.

Dalam surat keputusan setebal 70 halaman, Hakim Llarena mengatakan mereka harus dikembalikan ke penjara karena mereka dikhawatirkan akan melarikan diri. Akan tetapi, Llarena belum menetapkan tanggal untuk persidangan mereka.

Kelimanya bergabung dengan empat pemimpin Katalan lainnya yang sudah ditahan di penjara. Mereka termasuk Oriol Junqueras, mantan wakil presiden Katalan; dan Jordi Snchez, yang sempat dinominasikan untuk memimpin pemerintah Katalan.

Hakim Llarena juga mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Marta Rovira, wakil ketua partai separatis Esquerra Republicana, yang gagal muncul di pengadilan pada Jumat (23/3). Rovira dikabarkan telah melarikan diri ke pengasingan dan media Spanyol melaporkan bahwa dia sedang berada di Swiss.

Hakim Llarena akan mengaktifkan kembali surat perintah penangkapan Eropa untuk enam orang lainnya yang berada di pengasingan, termasuk mantan Presiden Katalan, Carles Puigdemont, yang berada di Belgia.

Baca juga: Spanyol akan Adili 25 Pemimpin Katalunya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement