Jumat 27 Apr 2018 13:36 WIB

Rusia Bawa Puluhan Orang Suriah ke Markas OPCW Sebagai Saksi

Orang-orang Suriah itu diterbangkan ke Eropa untuk menceritakan kisah mereka ke OPCW

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Nidia Zuraya
 Dalam file foto yang diambil pada 14 April 2018 tampak kendaraan PBB yang membawa tim Organisasi untuk Larangan Senjata Kimia (OPCW), tiba di hotel beberapa jam setelah AS, Prancis dan Inggris meluncurkan serangan terhadap fasilitas Suriah pascaserangan senjata kimia terhadap warga sipil, di Damaskus, Suriah. OPCW berusaha untuk menyelidiki dugaan penggunaan bom kimia di kota Douma, Suriah.
Foto: AP Photo/Bassem Mroue
Dalam file foto yang diambil pada 14 April 2018 tampak kendaraan PBB yang membawa tim Organisasi untuk Larangan Senjata Kimia (OPCW), tiba di hotel beberapa jam setelah AS, Prancis dan Inggris meluncurkan serangan terhadap fasilitas Suriah pascaserangan senjata kimia terhadap warga sipil, di Damaskus, Suriah. OPCW berusaha untuk menyelidiki dugaan penggunaan bom kimia di kota Douma, Suriah.

REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG -- Pejabat Rusia membawa puluhan orang Suriah dalam mengunjungi acara di markas besar Organisasi Larangan Senjata Kimia (OPCW) di Den Haag, Belanda pada Kamis (26/4). Mereka dibawa untuk mendukung klaim mereka bahwa serangan gas yang diduga terjadi di Douma, Suriah, itu telah diatur.

Menanggapi tindakan Moskow, Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Prancis memboikot acara tersebut. Mereka menyebutnya sebagai tidak lebih dari latihan propaganda kasar dan penyamaran yang menjijikkan. Orang-orang Suriah termasuk anak-anak itu diterbangkan ke Eropa untuk menceritakan kisah mereka di markas OPCW.

Kemudian mereka diantar ke sebuah ruangan yang penuh dengan wartawan di sebuah hotel di dekatnya di mana mereka semua mengulangi cerita yang hampir identik. Rusia mengatakan pernyataan itu membuktikan bahwa serangan kimia yang dituduhkan pada 7 April itu dipentaskan.

Para ahli dari OPCW saat ini berada di Suriah untuk menyelidiki dugaan serangan gas klorin atau sarin pada kota Douma. Para pekerja penyelamat dan petugas medis mengatakan serangan tersebut membunuh belasan orang.

Penyelidikan itu diluncurkan setelah munculnya video dari serangan yang menampakkan kondisi korban. Dalam salah satu video, seorang anak muda yang diidentifikasi sebagai Hassan Diab terlihat sedang diserang dan menggigil.

Serangan tersebut mendorong serangan Barat yang belum pernah terjadi sebelumnya pada instalasi militer Suriah. Namun Suriah dan Rusia menuduh para pekerja penyelamat sukarela yang beroperasi di wilayah yang dikuasai pemberontak Suriah, yang dikenal sebagai White Helmets, mementaskan rekaman itu.

Diab juga turut tampil di markas OPCW tersebut. Pada konferensi pers di Den Haag, Diab mengatakan bahwa dia tidak tahu mengapa orang mulai menuangkan air kepadanya di rumah sakit. "Kami berada di ruang bawah tanah. Kami mendengar tangisan di jalan bahwa kami harus pergi ke rumah sakit. Kami ketakutan," kata Diab.

Dia berada di antara puluhan orang yang disajikan sebagai korban. Baik para korban, dokter maupun pekerja rumah sakit, semuanya menceritakan kisah serupa, bahwa seseorang telah meneriakkan 'senjata kimia' saat staf rumah sakit merawat orang-orang yang terluka dari pengeboman misil dan kepanikan menyebar.

"Orang-orang yang tidak dikenal mulai menciptakan kekacauan, dan menuangkan air pada orang. Kami adalah spesialis dan kami bisa melihat tidak ada gejala penggunaan senjata kimia," kata dokter Khalil, yang mengatakan dia sedang bertugas di unit perawatan darurat.

Dia mengatakan pasien dengan gejala sesak napas telah mulai datang ke rumah sakit sekitar pukul 19:00 waktu setempat. Tetapi menurutnya sesak napas itu adalah hasil dari menghirup debu dan asap dari pengeboman itu.

"Semua orang dirawat lalu dikirim pulang," kata Khalil, membantah laporan dari Masyarakat Medis Suriah (SAMS) dan White Helmets yang bersama-sama mengatakan puluhan orang telah meninggal.

"Setelah pengarahan ini, tidak seorang pun akan memiliki bayangan keraguan yang menyebarkan berita palsu dan yang melancarkan perang informasi," kata Duta Besar Rusia Alexander Shulgin, dilaporkan Aljazirah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement