Jumat 25 May 2018 18:43 WIB

Jerman Sesalkan Batalnya Pertemuan Trump dan Kim Jong-un

Dialog dinilai merupakan langkah penting untuk meredakan ketegangan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Donald Trump (kiri) dan Kim Jong Un (kanan)
Foto: VOA
Donald Trump (kiri) dan Kim Jong Un (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID,  BERLIN -- Pemerintah Jerman menyesalkan batalnya perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Korea Utara (Korut)-Amerika Serikat (AS) di Singapura pada 12 Juni mendatang. Padahal KTT tersebut merupakan kesemapatan untuk meredakan ketegangan di Semenanjung Korea.

"Dari sudut pandang Pemerintah Jerman, dialog di tingkat tertinggi merupakan langkah penting menuju de-eskalasi di Semenanjung Korea," kata seorang juru bicara pemerintah pada Jumat (25/5).

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Cina menyarankan agar Korut dan AS bersabar serta menunjukkan keinginan untuk bertemu dalam perundingan. Cina diketahui merupakan sekutu terdekat Korut.

Presiden AS Donald Trump telah mengumumkan tidak akan menghadiri KTT Korut-AS yang rencananya digelar di Singapura pada 12 Juni mendatang. Hal ini disampaikan dalam sebuah surat yang dikirim Trump kepada Kim Jong-un pada Kamis (24/5).

Trump beralasan masih ada kemarahan dan rasa permusuhan sengit yang ditunjukan Pyongyang. "Dunia telah kehilangan kesempatan yang luar biasa untuk memiliki perdamaian abadi dan kemakmuran serta kekayaan. Kesempatan yang luput ini menjadi momen menyedihkan dalam sejarah," ujar Trump.

Ketika bertemu dengan Presiden Korea Selatan (Korsel) Moon Jae-in di Gedung Putih pada Selasa (22/5), Trump memang telah mengungkapkan keraguannya tentang penyelenggaraan KTT Korut-AS. Hal ini terjadi setelah Korut mengancam akan menarik diri dari KTT tersebut.

Korut gusar karena AS dinilai terlalu berhasrat melucuti senjata nuklirnya. Hal ini pun diperparah ketika Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton dan Wakil Presiden AS Mike Pence mengatakan proses denuklrisasi Korut dapat mengikuti gaya Libya era Muammar Qaddafi.

Model denuklirisasi Libya mengacu pada negosiasi pada 2004. Kala itu AS berhasil melucuti komponen nuklir Libya yang masih dipimpin Muammar Gaddafi. Namun setelah perlucutan tersebut, Qaddafi, yang telah memerintah selama 42 tahun, digulingkan dan tewas pada 2011. Peristiwa bersejarah ini yang menjadi perhatian dan kekhawatiran Korut bila menyerahkan senjata nuklirnya kepada AS.

Kendati demikianPemerintah Korut masih membuka pintu untuk berunding dengan AS."Kami ingin memberitahukan kepada pihak AS sekali lagi bahwa kami memiliki niat untuk duduk dengan pihak AS guna menyelesaikan masalah terlepas dari cara kapan saja," kata Wakil Menteri Luar Negeri Korut Kim Kye-gwan dikutip laman Yonhap pada Jumat (25/5).

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement