Sabtu 13 Feb 2016 06:17 WIB

Sulitnya Jadi Wartawan di Suriah

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Ani Nursalikah
Juru kamera Reuters Ayman al-Sahili tertembak di kaki saat meliput di Aleppo, Suriah pada 2012.
Foto: reuters
Juru kamera Reuters Ayman al-Sahili tertembak di kaki saat meliput di Aleppo, Suriah pada 2012.

REPUBLIKA.CO.ID, SANAA -- Setelah granat menimpa rumah Muhammad al-Abdullah pada Januari, ia dipaksa tinggal bersama kerabat daripada memperbaiki rumah. Abdullah adalah seorang wartawan foto berusia 20 tahun yang belum dibayar selama lebih dari satu tahun.

Menurut Komite Pelindung Wartawan (CPJ), pada 2015 Suriah adalah negara paling mematikan di dunia bagi para pekerja pers.

Para wartawan, fotografer dan aktivis media yang tinggal di negara ini seringkali menjadi satu-satunya sumber informasi ke dunia luar. Namun, di atas mempertaruhkan hidup mereka, sebagian besar wartawan jusru harus berjuang untuk bertahan hidup dengan jarangnya pendapatan di tengah perkonomian yang dilanda perang.

Jaringan media Al-Sham dekat dengan kelompok oposisi Suriah bermaksud membayar Abdullah 400 dolar AS per bulan untuk meliput peristiwa di kampung halamannya di Saqba, pinggiran Damaskus dan daerah di dekatnya.

"Gaji bulanan saya tidak banyak, tapi mereka berutang 4.800 dolar AS sekarang. Saya perlu 2.000 dolar AS untuk memperbaiki rumah saya cukup baik dan dapat hidup di dalamnya lagi, tapi saya tidak punya uang untuk melakukannya sekarang," ujar Abdullah dilansir Al Jazeera.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement