Jumat 05 Aug 2016 10:11 WIB

Biro Jodoh Nigeria: Mencari Pasangan Bagi Penderita HIV

Mak Comblang Ugochukwu Michael di kantornya di Abuja, Nigeria menunjukkan dokumen berisi informasi kliennya yang positif HIV, Rabu, 27 Agustus 2016.
Foto: THOMSON REUTERS FOUNDATION/Adaobi Tricia Nwaubani
Mak Comblang Ugochukwu Michael di kantornya di Abuja, Nigeria menunjukkan dokumen berisi informasi kliennya yang positif HIV, Rabu, 27 Agustus 2016.

REPUBLIKA.CO.ID, ABUJA -- Duduk di kantornya yang remang-remang di Ibu Kota Nigeria, Abuja, serta dikelilingi dokumen dan kotak kondom, mak comblang Ugochukwu Michael berbicara penuh semangat tentang kegiatannya mencarikan jodoh hingga pernikahan sekitar 100 pasangan dalam beberapa tahun terakhir.

Ketika sedang populer aplikasi kencan dan laman daring mungkin membuat Michael harus lebih berupaya keras untuk menjadi biro jodoh dengan cara lama, biro jodohnya lebih unik dari yang lainnya.

Semua kliennya adalah penderita HIV.

"Terkadang, saya menghabiskan hari-hari tanpa tidur," katanya, diselingi bunyi telepon yang terus berdering karena harus menjelaskan kepada mereka yang menelepon malam demi tagihan murah.

Pria berusia 45 tahun tersebut memulai jasanya pada 2012 dengan keinginan membantu menggambarkan kriteria orang yang sebagaimana telah diasingkan serta kecewa dengan pandangan orang-orang dengan stigma penderita HIV. Michael mengatakan dia telah mempunyai 7.000 klien, usia rata-rata 19-72 tahun. Enam dari tujuh kliennya adalah wanita.

Ia mematok jasa berkisar enam dolar AS bagi yang sudah bekerja, tetapi jasanya gratis bagi yang belum bekerja. "Anda akan mengalami banyak peningkatan," kata Michael kepada salah satu peneleponnya. "Kita lihat saja bagaimana akhirnya sebelum akhir bulan."

Prevalensi HIV di kalangan orang dewasa di Nigeria relatif rendah untuk sub-Sahara Afrika, sekitar satu dari 30 dibandingkan dengan satu berbanding lima di Afrika Selatan, kata UN AIDS program UNAIDS.

Namun diskriminasi terhadap Nigeria masih marak, sebanyak 3,5 juta orang positif HIV, dan banyak perjuangan untuk masuk universitas atau mencari pekerjaan, ahli kesehatan dan hak asasi manusia aktivis.

"Stigma adalah halangan untuk mencapai agenda 90-90-90," kata Direktur Jenderal Badan Nasional Nigeria untuk

Pengendalian AIDS (NACA) John Idoko.

Pada 2020, UNAIDS ingin 90 persen orang mengetahui status pengidap HIV, 90 persen orang didiagnosis ketika berada di pengobatan, dan 90 persen dari mereka telah melakukan peningkatan pengobatan untuk menekan virus dalam tubuh mereka.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement