Rabu 18 Jan 2012 16:59 WIB

Konflik Etnis di Sudan Selatan Khawatirkan AS

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Amerika Serikat, Selasa menyatakan cemas atas bentrokan antar etnik terbaru di Sudan Selatan, yang menurutnya mencapai tingkat "berbahaya". Pria-pria bersenjata membunuh setidaknya 51 orang dalam bentrokan-bentrokan antar etnik terbaru di negara bagian Jonglei Sudan Selatan, kata gubernur daerah itu sebelumnya.

"Gelombang aksi kekerasan etnik antara suku-suku tertentu terutama Murle dan Lou Nuer, meningkat menjadi gelombang serangan-serangan balasan dalam pekan-pekan belakangan ini, dan kami mendesak semua pihak menahan diri dari tindakan-tindan proaktif atau aksi balas dendam," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS Tommy Vietor.

Dengan menyatakan aksi kekerasan itu "menyebabkan penderitaan manusia yang hebat sekali, terlantar dan mati," kata Vietor yang mendesak pemerintah Sudan Selatan menanggapi dan mencari akar penyebab pertumpahan darah itu.

"Kami mendesak pemerintah Sudan Selatan mengatasi ketidak amanan di masyarakat-masyarakat ini, dan kami mendesak para pemimpin msyarakat-masyarakat ini melakukan pendekatan dalam suasana yang tenang berunding bagi satu penyelesaian jangka panjang aksi kekerasan itu," katanya.

Vietor juga mengatakan Washington mendesak PBB "memberikan dukungan tambahan yang dibutuhkan UNMISS (Misi PBB di Sudan Selatan) melaksanakan tanggung jawabnya."

Sudan Selatan yang baru merdeka mengumumkan Jonglei satu "daerah bencana" sementara PBB melakukan satu operasi "darurat besar-besaran" untuk membantu lebih dari 60.000 yang terlantar akibat kerusuhan itu.

Pada bulan lalu milisi suku berkekuatan 8.000 orang dari para pemuda Lou Nuer bergeraakke Pibor untuk melkukan aksi balasan terhadap warga Murle di sana karena dituduh melancarkan serangan-serangan, penculikan dan perampasan ternak.

Jonglei, satu negara bagian terpencil seluas Austria dan Swiss memiliki jalan lumpur terbatas sering tidak bisa dilalui selama beberapa bulan hujan lebat.

Baku tembak senjata api merupakan hal yang biasa di wilayah itu yang hancur akibat perang dua puluh tahun dengan pasukan Sudan Utara, satu konflik yang membuka jalan bagi kemerdekaan Sudan Selatan Juli tahun lalu.

PBB mengatakan bahwa tahun lalu,aksi kekerasan antara dua suku itu menewaskan sekitar 1.100 orang dan puluhan ribu orang mengungsi dalam seragan-serangan yang melibatkan penculikan para wanita dan anak-anak.

sumber : Antara/AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement