Senin 25 Jun 2012 13:17 WIB

Australia Umumkan Sanksi Baru Suriah

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Hafidz Muftisany
Bob Carr, Menlu Australia baru
Foto: straitstimes.com
Bob Carr, Menlu Australia baru

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Australia mengumumkan sanksi baru terhadap Suriah, Senin (25/6). Negara benua kanguru tersebut akan membatasi atau melarang perdagangan lintas sektor.

Menteri Luar Negeri Bob Carr mendesak Rusia mengambil peran utama untuk memaksa rezim Suriah turun. Langkah baru ini akan mempengaruhi perdagangan minyak bumi, jasa keuangan, telekomunikasi dan logam mulia antara Australia dan Suriah. Belum lagi sanksi tambahan embargo senjata dan sanksi terhadap individu yang memiliki hubungan dengan pemimpin Suriah.

"Rezim Assad terus menunjukkan keengganan menegosiasikan gencatan senjata dan mengakhiri pertumpahan darah di Suriah. Sanksi-sanksi ini mencerminkan kecaman Australia terhadap rezim Assad dan upaya kami untuk terus membantu membawa Suriah ke meja perundingan," kata Carr dalam sebuah pernyataan.

Uni Eropa juga diperkirakan akan menambah sanksi baru terhadap pemerintah Presiden Bashar al-Assad pada pertemuan menteri luar negeri Uni Eropa di Luxembourg pada Senin. Menurut Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, lebih dari 15 ribu orang, kebanyakan warga sipil, tewas di Suriah sejak pecahnya pemberontakan terhadap kekuasaan Assad pada Maret 2011.

Carr mengatakan Rusia yang merupakan salah satu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB punya kewajiban menunjukkan kepemimpinan. Dengan kekerasan yang terus berlanjut, peran utama Rusia adalah satu-satunya solusi yang harus segera dilakukan.

Menurutnya, Rusia sebagai pendukung Suriah sejauh ini belum memunjukkan tanda-tanda untuk menekan Assad turun. Jika Rusia bersedia mempertimbangkannya kembali, akan memberikan reputasi yang baik bagi Rusia. Hal tersebut harus berada di bawah tanggung jawab Dewan Keamanan PBB.

Rusia sejauh ini menolak mendukung turunnya Assad. Negara itu telah bersumpah memblokir setiap upaya Dewan Keamanan PBB untuk mengizinkan penggunaan kekuatan asing

sumber : AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement