Rabu 04 Jul 2012 18:47 WIB

SBY: Tak Ada Kerja Sama Militer RI-AS-Australia

Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Foto: Rumgapres/H Abror Rizki
Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

REPUBLIKA.CO.ID, DARWIN - Kunjungan kepala negara umumnya menghasilkan kerja sama antar negara yang mencakup dalam berbagai bidang. Namun, dalam kunjungan kerja (kunker) kali ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menegaskan bahwa tidak ada kerja sama militer tiga negara antara Indonesia, Australia dan Amerika Serikat.

Hal itu dikatakan Presiden Yudhoyono dalam konferensi pers di Darwin, Australia, sebelum bertolak menuju Nusa Tenggara Timur, Rabu (4/7). Presiden mengatakan, sikap Indonesia dalam hal ini telah jelas, tegas dan konsisten, tidak akan menjadikan kawasan menjadi ajang konflik.

Ketegangan Cina dan Amerika di kawasan saat ini sangat terasa, terutama setelah penempatan marinir AS di Darwin, Australia. Untuk itu, Presiden Yudhoyono tidak ingin latihan militer untuk penanggulangan bencana hanya diikuti oleh tiga negara, Indonesia, Australia dan Amerika Serikat. Sebab hal itu dapat menimbulkan salah persepsi dan ketegangan di kawasan.

"Ketika saya mendengar pemikiran yang menjadi sponsor, meskipun ini baru semacam gladi posko, 'table top exercise', seolah-olah Indonesia, Australia dan AS, saya mengatakan jelas dan tegas kepada semua, itu bisa menimbulkan salah pengertian kalau yang bekerja sama hanya tiga negara," katanya.

Presiden juga menyayangkan pemberitaan yang mengesankan kerja sama latihan operasi militer untuk menanggulangi bencana dengan Australia seolah kerja sama pertahanan. Apalagi dengan adanya penempatan pasukan marinir AS untuk penanggulangan bencana di Darwin dijadikan penambah kesan tersebut.

Presiden menjelaskan kerja sama operasi militer untuk penanggulangan bencana merupakan inisiatif bersama Indonesia dan Australia yang kemudian dituangkan dalam 'joint paper', yaitu kerja sama di Kawasan Asia Timur yang disampaikan dalam East Asia Summit(EAS) di Bali tahun lalu.

Kerja sama ini untuk menghadapi bencana alam, utamanya tanggap darurat menghadapi bencana alam (disaster relief). "Idenya adalah kita harus selalu bekerja sama mengingat besarnya kemungkinan adanya bencana di kawasan ini," katanya.

Kerja sama ini memiliki tiga pilar yaitu berbagi informasi, menghilangkan ketersumbatan ketika akan memberikan bantuan ke daerah bencana dan interavailability. Presiden mengatakan, sejak pertemuan EAS dan juga pertemuan tahunan antarpimpinan (annual Indonesia-Australia pertama di Bali, November 2011, Indonesia selalu meminta agar melibatkan semua pihak.

Hal itu juga disampaikan Presiden Yudhoyono kepada Perdana Menteri Australia Julia Gillard saat keduanya bertemu di Darwin, 3 Juli 2012 dalam pertemuan tahunan antarpimpinan Indonesia - Australia kedua. Presiden berpendapat, dengan melibatkan banyak pihak, seperti Indonesia, Australia, negara-negara ASEAN, Jepang, India, Korea serta AS dan Cina akan membangun kepercayaan di kawasan.

"Itu yang saya usulkan dan saya harapkan. Jelas tidak ada pertahanan segitiga, trilateral, Indonesia, Australia dan Amerika, tapi Indonesia setuju kerja sama di kawasan ini melibatkan semua untuk menghadapi yang disebut dengan disaster relief operation (operasi penanganan bencana), itu yang perlu saya jelaskan," katanya.

Ia menambahkan, operasi militer untuk penanggulangan bencana merupakan operasi kemanusian bukan politik.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement