Jumat 13 Sep 2013 13:40 WIB

Ilmuwan Inggris Buat Pusat Studi Kiamat

Rep: Nur Aini/ Red: A.Syalaby Ichsan
Kiamat (ilustrasi)
Foto: Blogspot.com
Kiamat (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Sejumlah ilmuwan terkemuka Inggris membentuk pusat studi potensi kiamat yang dapat menghancurkan dunia dan mengancam spesies manusia.

Pusat studi tersebut bertujuan memberi data potensi bencana yang mengancam masa depan dunia bagi politisi dan publik. Lord Rees, astronom kerajaan merupakan pemimpin dari inisiatif tersebut. Mereka melibatkan Stephen Hawking, kosmolog dari Cambridge, dan Lord May dari Oxford, mantan kepala ilmuwan pemerintah.

Kelompok tersebut juga termasuk filsuf cambridge Huw Price, ekonom Partha Dasgupta, dan genetis dari Harvard, George Church. Pendanaan datang dari Jaan Tallinn, pendiri Skype.

"Banyak ilmuwan khawatir perkembangan teknologi manusia dapat menimbulkan risiko kepunahan baru untuk spesies kita secara keseluruhan," ujar pernyataan di situs kelompok tersebut dikutip the Independent, Jumat (13/9).

Profesor David Spiegelhalter, pakar risiko di Universitas Cambridge, mengatakan ketergantungan manusia yang semakin meningkat pada teknologi dan pembentukan jaringan interkoneksi yang kompleks membuat masyarakat lebih rentan.

"Dalam zaman modern, dunia efisien, kita tidak lagi punya persediaan makanan. Jika pasokan terganggu untuk alasan apa pun, itu akan memakan waktu sekitar 48 jam sebelum habis dan kekacauan terjadi," ungkapnya.

Dia menambahkan, "Ketahanan energi juga merupakan isu, selama kita mengimpor begitu banyak bahan bakar dari luar negeri, konflik sumber daya di masa depan kemungkinan terjadi." Menurut Lord Rees, ancaman perang nuklir adalah risiko global utama yang dihadapi manusia pada abad terakhir.

Namun, ada kekhawatiran baru tentang risiko, seperti serangan bioteroris, pandemik yang menyebar dari perjalanan udara global, serangan siber pada infrastruktur utama, dan intelijen komputer. "Di masa depan, kejadian dengan probabilitas rendah, tapi memiliki konsekuensi bencana pada agenda politik," ujar Lord Rees. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement