Selasa 07 Jan 2014 18:27 WIB

Cina Ingin Akhiri Konflik di Sudan Selatan

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Djibril Muhammad
Sudan dan Sudan selatan
Sudan dan Sudan selatan

REPUBLIKA.CO.ID, ADDIS ABABA -- Pemerintahan Cina menyerukan Sudan Selatan dan negara tetangganya untuk mengakhiri pertikaian dan fokus pada kekuatan militer bersama untuk melindungi ladang minyak penting mereka dari pemberontak.

Ini merupakan intervensi politik terbuka yang sangat langka dan berani yang dilakukan Cina di Afrika.

Menteri Luar Negeri Cina, Wang Yi, menyatakan keprihatinannya dengan kerusuhan di Sudan Selatan yang menewaskan lebih dari 1.000 orang. Permusuhan berkepanjangan ini juga telah mengurangi hingga seperlima aliran minyak di dunia.

"Posisi Cina berkaitan dengan situasi saat ini di Sudan Selatan sangat jelas. Kami menyerukan segera hentikan permusuhan dan kekerasan di negara ini," kata Wang kepada wartawan di Addis Ababa, dilansir dari the Guardian, Selasa (7/1).

Cina akan melakukan apapun yang bisa mereka lakukan untuk memulihkan stabilitas di Sudan Selatan dan mendesak kekuatan internasional untuk mendukung upaya mediasi di sana. Wang bahkan berani bertemu dengan kedua kubu pemberontak dan delegasi pemerintah.

Cina adalah mitra dagang tunggal terbesar di Afrika, disusul Amerika Serikat selama beberapa dekade terakhir. Namun, Cina mengaku tetap netral dan tidak ikut campur dalam politik internal negara-negara Afrika.

Cina menjadi investor terbesar di ladang minyak Sudan Selatan, melalui grup China National Petroleum Corp (CNPC) dan Sinopec. Konflik di Sudan membuat Cina terpaksa mengevakuasi pekerja-pekerjanya di sana.

Sudan Selatan diperkirakan sebagai sumber cadangan minyak terbesar ketiga di Sub Sahara Afrika.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement