Senin 26 Jan 2015 12:49 WIB

Kisah Buruh Tulungagung yang Terdampar 18 Tahun di Pulau Carey

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Indah Wulandari
Menlu Retno saat menemui ratusan pekerja asal Indonesia di perkebunan sawit Sime Darby, Pulau Carey, Malaysia bersama Duta Besar Republik Indonesia untuk Malaysia, Herman Prayitno dan staf KBRI Kuala Lumpur,
Foto: antara
Menlu Retno saat menemui ratusan pekerja asal Indonesia di perkebunan sawit Sime Darby, Pulau Carey, Malaysia bersama Duta Besar Republik Indonesia untuk Malaysia, Herman Prayitno dan staf KBRI Kuala Lumpur,

REPUBLIKA.CO.ID,KUALA LUMPUR--Samudi, pria asal Tulung Agung buruh migran perkebunan sawit di Sime Darby telah bekerja selama 18 tahun. Dia rela keluar negeri untuk mencari nafkah keluarganya.

 

"Saya terpaksa bekerja di Malaysia karena untuk memenuhi biaya hidup sehari-hari,"ujar dia di Pulau Carey, Klang, Kuala Lumpur, Senin (26/1). Samudi bekerja sejak usia 18 tahun ke Malaysia setelah lulus sekolah.

 

Ayahnya memberikan pilihan untuk melanjutkan sekolah tetapi mencari uang sendiri atau hanya bekerja saja untuk membantu membiayai keluarga. Awalnya dia memasuki Malaysia dengan jalur ilegal karean saat itu tak ada aturan khusus untuk buruh migran Indonesia.

 

Selama satu tahun dia kerja serabutan menjadi buruh perkebunan. Baru di tahun kedua dia mulai bergabung dengan Sime Darby hingga saat ini.

 

Saat ini, Samudi mendapatkan penghasilan 900 Ringgit Malaysia. "Kalau ada jam lebih akan dihitung lembur,"jelas dia. Biasanya dia mendapatkan 1800 Ringgit Malaysia.

 

Setengah penghasilannya bisa ditabung dan membeli rumah. Selain itu buruh juga mendapatkan fasilitas kesehatan dan pulsa.

 

"Istri saya dipercaya menjadi asisten rumah tangga di rumah asisten manajer," ujar dia. Sedangkan anaknya diurus oleh orang tuanya di kampung halaman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement