Selasa 27 Jan 2015 21:00 WIB

Fidel Castro: Kuba Bisa Berdamai dengan AS

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Winda Destiana Putri
Fidel Castro
Foto: AP Photo/Cubadebate, Roberto Chile
Fidel Castro

REPUBLIKA.CO.ID, HAVANA -- Fidel Castro akhirnya buka suara. Mantan pemimpin Kuba itu tampaknya mendukung pembicaraan tingkat tinggi antara Amerika Serikat dengan Kuba beberapa waktu lalu.

"Saya tidak mempercayai kebijakan Amerika Serikat dan apa yang mereka bicarakan, tapi hal ini bukan berarti saya menolak solusi damai atas konflik atau bahaya perang," ujar Castro dalam komentar pertamanya sejak AS dan Kuba mengumumkan pemulihan hubungan, Senin (27/1).

Pernyataan Castro itu tercantum dalam surat yang ditujukan bagi federasi mahasiswa yang dibacakan di University of Havana. Surat tersebut juga dimuat dalam situs surat kabar milik Partai Komunis Kuba Granma.

AS dan Kuba menggelar pembicaraan tingkat tinggi bersejarah pekan lalu di ibukota Havana. Pembicaraan itu diharapkan mampu menjadi tonggak pemulihan kembali hubungan diplomatik yang rusak oleh AS pada 1961.

"Solusi damai atau negosiasi apapun atas masalah antara AS dan rakyat Amerika Latin yang tidak melibatkan kekuatan atau penggunaan kekuatan harus dilakukan sesuai dengan norma dan prinsip internasional," ujar Castro (88 tahun).

Dia mengatakan Kuba akan selalu mempertahankan kerja sama dan persahabatan dengan semua warga dunia, termasuk terhadap musuh politik.

"Presiden Kuba telah mengambil langkah-langkah terkait sesuai dengan hak istimewa dan kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh Majelis Nasional Partai Komunis Kuba," kata Fidel Castro mengenai kepemimpinan saudaranya Raul Castro.

Dilansir dari AFP, Selasa (27/1) banyak pengamat yang mengatakan presiden Kuba tidak akan merencanakan langkah diplomasi tanpa persetujuan dan dukungan kakaknya. Diamnya Fidel Castro atas isu pemulihan hubungan AS dan Kuba memicu spekulasi mengenai kondisi kesehatannya dan apakah dia mendukung langkah saudaranya terhadap AS.

Presiden AS Barack Obama dan Presiden Kuba Raul Castro mengumumkan pada 17 Desember kedua negara akan bekerja memulihkan hubungan yang telah terputus selama lebih dari setengah abad.

Obama telah meminta agar kongres mencabut embargo terhadap Kuba. Dia juga menggunakan kekuasaan eksekutifnya untuk melonggarkan sejumlah larangan perjalanan dan pembatasan perdagangan. Obama memberi waktu enam bulan bagi Departemen Luar Negeri untuk meninjau apakah Kuba akan tetap dimasukkan dalam daftar hitam teror.

Delegasi tinggi AS untuk pertama kalinya dalam 35 tahun menggelar pembicaraan dua hari di Havana, Kuba. Kedua pihak memperingatkan terobosan dalam hubungan dua negara tidak bisa dilakukan dengan cepat.

Pejabat senior AS mengatakan mereka berharap Kuba setuju membuka kembali kedutaan dan menunjuk duta besar di masing-masing ibukota dalam beberapa bulan mendatang. AS juga menginginkan larangan perjalanan bagi diplomatnya dicabut dan leluasa mengirim misi ke Havana.

Dalam pembicaraan Rabu mendatang, AS berjanji akan tetap menjadikan negaranya tempat yang aman bagi warga Kuba yang ditolak di negara lain dan butuh perlindungan khusus. Kuba mengeluhkan undang-undang AS yang mendukung imigrasi ilegal berbahaya dan memprotes program AS terpisah yang mendorong dokter Kuba untuk membelot.

Menteri Luar Negeri AS John Kerry mengatakan, dirinya akan membuka kedutaan besar AS di Kuba. Kerry juga mengatakan saat waktunya tiba dia siap untuk bertemu dengan Menteri Luar Negeri Kuba Bruno Rodriguez. Sebelumnya, mereka sudah berkomunikasi melalui telepon.

"Ketika saatnya tiba, ketika waktunya tepat, saya akan berkunjung untuk secara resmi membuka kedutaan besar dan memulai langkah maju," kata Kerry kepada wartawan di Washington.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement