Kamis 29 Jan 2015 23:40 WIB

Sri Langka Ogah Libatkan PBB Soal Penyelidikan Kejahatan Perang

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Agung Sasongko
Miigran Sri Langka
Miigran Sri Langka

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Sri Lanka berencana melakukan penyelidikan atas tuduhan pelanggaran hak asasi manusia di masa-masa akhir perang sipil.

“Kami akan melakukan penyelidikan sendiri yang bisa diterima mereka sesuai standar internasional. Hal itu akan menjadi penyelidikan lokal baru. Jika kami perlu, kami akan melibatkan ahli dari luar negeri,” ujar juru bicara pemerintah Rajitha Seneviratne di Kolombo, Rabu (28/1) mengacu pada PBB.

Mantan presiden Sri Lanka Mahinda Rajapaksa yang kalah secara mengejutkan dalam pemilihan umum bulan ini menolak bekerja sama dalam penyelidikan PBB. PBB mengklaim tentara Sri Lanka telah melakukan kekejaman perang. Perang sipil Sri Lanka berlangsung selama 26 tahun hingga 2009.

Tanpa jumlah pasti korban sipil, PBB berargumen tidak akan ada rekonsiliasi yang bertahan lama yang memungkinkan Sri Lanka membangun kembali negaranya usai perang. Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia November lalu menuduh pemerintahan Rajapaksa mencoba melakukan sabotase penyelidikan mereka.

Badan tersebut juga mengatakan pemerintah menciptakan ketakutan sehingga para saksi mata batal memberikan kesaksian dalam penyelidikan yang dimulai pada Maret itu. Seneviratne mengatakan kelompok bersenjata Macan Tamil mengeksploitasi anak-anak sebagai tentara. Sedangkan tentara pemerintah dituduh melakukan kekerasan, terutama di beberapa bulan terakhir perang dimana mereka berhasil menduduki posisi Macan Tamil.

Sekitar 40 ribu warga sipil Tamil tewas dalam beberapa bulan terakhir perang. Dalam laporannya pada 2011, PBB mengatakan sebagian besar warga tewas di tangan tentara Sri Lanka.

Sri Lanka menyangkal tuduhan itu dan melakukan penyelidikannya sendiri. Laporan penyelidikan PBB dijadwalkan akan dipublikasikan Maret mendatang. Seneviratne mengatakan pemerintah akan bekerja bersama PBB.

Presiden terpilih Maithripala Sirisena dalam kampanyenya berjanji penyelidikan kejahatan perang yang baru akan dilakukan dengan penilaian yang independen. Namun, dia juga menolak penyelidikan internasional karena Sri Lanka belum menandatangani konvensi terkait persoalan itu.

Pekan ini, dia mengirim penasihat seniornya di bidang hubungan luar negeri bertemu dengan pejabat PBB untuk membicarakan penyelidikan. Seneviratne juga mengatakan pemerintah sedang mempertimbangkan membebaskan 275 tahanan politik yang sebagian besar diduga sebagai anggota kelompok bersenjata Macan Tamil. Mereka juga diduga melakukan kejahatan ringan.

Di sisi lain, pemerintah Sri Lanka berencana mengembalikan tanah milik swasta ang disita militer. Presiden Sirisena akan melonggarkan kehadiran militer dengan alasan tindakan militer saja tidak akan mampu mencegah munculnya kembali terorisme.

“Terutama di utara. Kami pikir kami tidak lagi membutuhkan semua keamanan itu. Konsep kami akan berbeda. Mengenai tanah di utara, kami telah memutuskan selain digunakan untuk tujuan militer, kami akan memberikannya kepada pemilik,” kata Seneviratne.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement