Senin 02 Mar 2015 08:58 WIB

Separuh Orang AS tak Setuju Netanyahu Diundang Kongres

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Foto: AP Photo
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Hampir separuh orang Amerika Serika (AS) berpendapat Ketua Parlemen AS John Boehner tidak boleh mengundang Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk berpidato di Kongres tanpa berkonsultasi dengan Gedung Putih, demikian hasil jajak pendapat yang disiarkan Ahad (1/3).

Sebanyak 48 persen orang yang disurvei berpendapat keputusan Boehner untuk mengundang Netanyahu tanpa lebih dulu memberitahu Presiden Barack Obama tidak tepat. Sementara itu 30 persen mengatakan Partai Republik mesti melakukan itu, dan sebanyak 22 persen menyatakan mereka tidak mengetahui secara pasti untuk menjawab, kata jajak pendapat NBC News/Wall Street Journal.

Jajak pendapat tersebut menanyai 800 orang yang terdaftar dari 25 sampai 28 Februari, dengan margin kesalahan 3,5 persen. Hasil angket tersebut disiarkan di tengah meningkatnya ketegangan antara pemimpin Israel itu dan Presiden Obama.

Gedung Putih menyatakan Obama takkan bertemu dengan Netanyahu selama kunjungannya ke Washington DC, dengan alasan kunjungan tersebut dilakukan terlalu dekat dengan waktu pemilihan umum di Israel.

Netanyahu, yang memandan Iran yang memiliki nuklir sebagai ancaman bagi keberadaan negara Yahudi, diperkirakan menyampaikan kembali keberatannya terhadap perundingan mengenai program nuklir Iran selama pidatonya, yang direncanakan disampaikan di Kongres AS pada Selasa. Ia terbang ke Amerika Serikat pada Ahad (1/3).

Susan Rice, Penasehat Keamanan Nasional Obama, pekan lalu menyebut pidato yang direncanakan disampaikan Netanyahu sebagai "merusak" hubungan antara AS dan Israel.

Menteri Luar Negeri AS John Kerry juga mengecam Netanyahu karena penentangannya terhadap pembicaraan yang berlangsung dengan Iran.

Netanyahu "mengetahui" apa yang penting dalam kesepakatan nuklir dengan Iran dan bermaksud meminta Kongres AS mulai mengajukan pertanyaan yang bisa menunda dicapainya kesepakatan, kata seorang pejabat yang menyertai dia ke Amerika Serikat.

sumber : Antara/Xinhua-OANA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement