Rabu 04 Mar 2015 21:33 WIB
Eksekusi Mati Gembong Narkoba

Media Australia Ini Santer Serang Jokowi Soal Bali Nine

Editorial media Australia tentang kebijakan eksekusi mati oleh pemerintah RI.
Foto: smh.com.au
Editorial media Australia tentang kebijakan eksekusi mati oleh pemerintah RI.

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Tak lebih 12 jam pascapemindahan duo anggota Bali Nine ke Nusakambangan, situs Sydney Morning Herald, salah satu media ternama Australia, menurunkan editorial tentang kebijakan eksekusi mati Presiden Indonesia Joko Widodo. Dalam editorialnya berjudul 'Joko Widodo has power but no moral right to kill Bali Nine', Jokowi diserang baik secara kebijakan maupun personal.

Sydney Morning Herald, yang terus memonitor nasib dua warga negaranya di ujung pistol regu tembak, menyebut Jokowi memiliki kekuatan, tapi secara manusia yang memiliki hati nurani, Jokowi tak memiliki hak untuk melakukan eksekusi mati.

"Mr Joko mungkin memiliki kekuasaan di tangannya, tapi dia tidak punya hak sebagai manusia dengan hati nurani yang baik, untuk membunuh Myuran Sukumaran dan Andrew Chan di pulau penjara Nusakambangan," tulis editorial tersebut, Rabu (4/3) malam WIB.

Editorial yang langsung menjadi trending topic itu juga menggiring agar Joko Widodo membatalkan semua eksekusi mati. Menurut mereka, inilah saatnya Jokowi membuktikan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang bermartabat, dan menempatkan moral dalam kedudukan yang tinggi.

"Sebuah kesempatan untuk menunjukkan bahwa sistem peradilan Indonesia tidak picik," lanjut tulisan tersebut.

Dalam kasus Bali Nine, Herald juga menyebut bahwa ada hal yang sia-sia dilakukan Polisi Federal Australia. Padahal, penangkapan Bali Nine juga tidak terlepas dari laporan intelijen mereka. Satu hal yang juga disayangkan dari kebijakan Jokowi, lanjut Herald, bahwa Presiden Indonesia itu tidak mencermati bagaimana proses rehabilitasi duo Bali Nine itu berjalan.

"Namun, untuk saat ini, kami (Herald,red) memiliki situasi menjijikkan di mana negara Indonesia tetap menembak mati Sukumaran dan Chan, bersama dengan penjahat dari Filipina, Prancis, Nigeria, Ghana, Indonesia, dan warga Brasil yang tengah sakit mental," sebut editorial tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement