Sabtu 25 Apr 2015 15:01 WIB

Ini Cerita Pengalaman Presiden Iran di KAA

Rep: C33/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Presiden Iran Hassan Rouhani.
Foto: Reuters
Presiden Iran Hassan Rouhani.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Presiden Iran Hassan Rouhani langsung bercerita soal pengalaman di Konferensi Asia Afrika pekan ini. Setibanya di Teheran, ia menyoroti pentingnya hubungan Asia-Afrika.

Ia yakin Iran bersikap tegas untuk menggunakan potensi regional dan internasional guna menjamin keamanan di wilayah tersebut dan berkontribusi untuk perdamaian dunia. Hal itu seperti dilansir media Iran, Presstv (24/4).

"Kerjasama antara negara-negara dari dua benua terhadap unilateralisme adalah langkah besar dan sangat penting di arena internasional," kata Rouhani kepada wartawan setibanya di Teheran pada hari Jumat. Unilateralisme merupakan paham dimana berbagai bangsa bersatu padu mencapai satu tujuan bersama, khusus pada KAA kali ini yaitu perdamaian.

Rouhani berada di Jakarta untuk berpartisipasi dalam pertemuan puncak Konferensi Asia-Afrika (KAA). Ia menambahkan para pejabat senior lebih dari 100 negara menghadiri acara tersebut dan bertukar pandangan tentang berbagai masalah termasuk cara untuk memperluas kerja sama ekonomi.

"Mengingat situasi saat ini di tingkat regional dan dunia, isu memerangi terorisme hampir membayangi semua topik," kata Presiden Iran itu.

Rouhani menambahkan peserta membahas situasi di Suriah, Irak dan Yaman. Dia juga membuat referensi untuk pembicaraan dengan para pemimpin Cina, Vietnam dan Indonesia serta perdana menteri Jepang dan Bangladesh di sela-sela konferensi."Mereka semua menyerukan perluasan hubungan dengan Iran," jelasnya.

Dalam pidato sesi publik Konferensi Asia-Afrika di Indonesia pada Rabu,(22/4) Presiden Rouhani mendesak pembentukan sebuah front global melawan terorisme. Ia juga menyatakan kesiapan Iran untuk bekerja sama dengan negara-negara tetangganya, termasuk negara-negara Arab, dalam kampanye anti-teror.

Presiden Iran lebih lanjut memperingatkan tumbuhnya terorisme di Asia dan Afrika. Menurutnya, ekstremis menggunakan intelijen, senjata dan dukungan keuangan dari pemain regional dan internasional tertentu untuk mencapai tujuan tidak sah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement