Ahad 24 May 2015 09:33 WIB

Pandangan Teori Fisika Soal Pengungsi Rohingya (1)

Kamp Muslim Rohingya, Myanmar
Foto: MER-C
Kamp Muslim Rohingya, Myanmar

REPUBLIKA.CO.ID,PERTH --  Seseorang yang membawa palu akan melihat semua di sekelilingnya seperti paku. Ia akan bersemangat untuk mencari paku untuk bisa dipukul dengan  palu. Begitu pula dengan Igor Bray, seorang profesor fisika yang  melihat teori fisika dalam berbagai dinamika politik.

Sebagai seorang ilmuwan dunia yang bergelut di teori koalisi atomik, Igor mencoba menawarkan pandangannya tentang politik modern yang ternyata bisa sangat dijelaskan dengan teori-teori dalam ilmu fisika.

"Hukum-hukum fisika hadir dari prinsip simetri, contohnya teori konservasi momentum. Harus ada kekuatan-kekuatan eksternal untuk menjaga momentum. Fisika selalu berbicara waktu dan arah," kata Igor Bray di sebuah diskusi yang digelar di Universitas Curtin, Perth, Jumat.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa dalam hukum kedua termodinamika menjelaskan bahwa entropi selalu meningkat seiring dengan waktu. Apa itu entropi? Entropi adalah kondisi yang acak atau tidak terprediksi sehingga mengganggu sistem kerja.

"Entropi akan berkurang bila kita memiliki informasi yang lebih banyak," kata pria yang juga merupakan dosen di Universitas Curtin itu.

Bagaimana dengan hukum dalam ilmu politik?

"Hukum politik juga menganut prinsip-prinsip simetri dengan pendekatan yang manusiawi. Ini artinya politik sangat erat dengan pilihan-pilihan yang berlandaskan kepada budaya setempat, dan ketidaksetimbangan membutuhkan kekuatan eksternal untuk mengintervensi kondisi yang timpang itu," ujar Igor.

Kondisi yang timpang di masyarakat harus diperbaiki karena bila dibiarkan untuk waktu yang lama, maka masyarakat akan menjadi rusak.

"Kita akan sering melihat orang-orang baik, tapi karena berada di pemerintahan yang buruk, melakukan hal-hal yang tidak terpuji," ujarnya.

Mengutip buku karya Robert Pirsig yang membahas tentang hierarki kualitas, Igor menjelaskan bahwa ada empat kualitas yang tersusun dari yang paling awal ke yang paling utama.

Pertama adalah fisik, keadaan secara nyata bahwa kita ada. Ini kemudian lebih penting lagi bila secara biologis kita sehat. Kualitas fisik yang sehat ini lalu bisa lebih bermakna lagi bila berada di lingkungan sosial atau masyarakat yang baik. Dan di hierarki teratas adalah ide atau intelektualitas.

"Para intelektual menuliskan sejarah di masyarakat, tapi masyarakat tidak akan pernah bisa membunuh ide," ujarnya.

Kualitas masyarakat dan intelektual ini terus bergejolak untuk mencapai titik setimbang. Dalam hukum fisika, kesetimbangan itu ada dua jenis: stabil (gangguan kecil yang mengarah kepada perbaikan) dan tidak stabil (gangguan yang mengarah kepada keruntuhan).

Contoh bagus untuk tipe kesetimbangan yang tidak stabil adalah kepemilikan senjata api di Amerika Serikat. Ide bahwa penembakan di sekolah dan kampus hanya akan berkurang bila semua orang sehat membawa senjata tidak menghentikan frekuensi orang jahat menembakkan peluru di anak-anak di sekolah.

"Fisika membahas banyak hal yang sangat bisa dikaitkan dengan politik. Misal saja tentang krisis pengungsi dan politik dalam negeri Australia," ulasnya.

Pergerakan tentang manusia yang menjadi pengungsi bisa dijelaskan dengan teori kinetik tentang gas ideal. Bunyi hukum gas ideal adalah: PV=nRT.

"P adalah tekanan (pressure), V adalah volume, n adalah jumlah partikel (populasi), R adalah konstanta gas universal, dan T adalah temperatur (konflik atau perang). Kalau ada peningkatan temperatur, semisal adalah konflik dan perang, tekanan terhadap penduduk di negara itu juga akan meningkat. Hal yang sama terjadi bila populasi yang terlalu banyak, tekanan juga akan ikut naik," kata Igor.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement