Senin 25 May 2015 11:35 WIB

Pengungsi Rohingya Bangkitkan Kesetiakawanan Kita (2)

Sejumlah imigran Rohingya asal Myanmar dan Banglades menerima bantuan di penampungan Imigrasi Kelas I Khusus Medan, Sumatera Utara, Kamis (21/5).
Foto: antara/Septianda Perdana
Sejumlah imigran Rohingya asal Myanmar dan Banglades menerima bantuan di penampungan Imigrasi Kelas I Khusus Medan, Sumatera Utara, Kamis (21/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin mengatakan, yang menjadi akar permasalahan dari konflik Rohingya adalah masalah kewarganegaraan mereka.

"Selama etnis Rohingya ini tidak mendapat status kewarganegaraan ini menurut saya akar masalah, maka tidak akan selesai," ungkap Din saat memberi pengantar pada diskusi publik "Nestapa Kemanusiaan, Save Rohingya" di Jakarta.

Din mengatakan, kasus etnis Rohingya ini membawa nestapa bukan hanya karena keterlantaran mereka, tapi juga banyak penindasan yang mereka dapat ketika transit di Thailand. Nestapa juga lebih dari pada itu, mereka tidak punya kewarganegaraan karena tidak ada negara yang mau mengakui mereka, baik Myanmar dan lainnya.

Menurut Din, secara historis, etnis Rohingya sudah ada di Myanmar sejak lama. "Saya sarankan harus ada langkah internasional terutama PBB, OKI dan ASEAN untuk mendesak dan meyakinkan Myanmar untuk memberi kewarganegaraan etnis Rohingya ini," ucapnya.

Pemerintah Indonesia juga harus didesak untuk menerima dan menyantuni mereka yang terdampar di wilayah Indonesia, tuturnya. "Ada usulan Indonesia meminjamkan pulau untuk menempatkan mereka seperti saat Indonesia menampung pengungsi Vietnam di Pulau Galang," ujar Din.

Masyarakat madani juga diminta untuk mengambil langkah-langkah melakukan apa yang bisa dibantu dan segera datang ke Aceh. "Kepada masyarakat tidak perlu dikaitkan dengan sentimen keagamanan. Ini masalah umat manusia memang ada dimensi keagamaannya, dimensi etnik, tapi tidak perlu dikembangkan suatu masalah keagamaan dan kemudian kita bawa ke dalam negeri sehingga merusak kerukunan," jelas Din.

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Slamet Effendy Yusuf juga mengatakan, pemerintah harus tegas kepada Myanmar dan menyatakan bahwa tindakan mereka terhadap etnis Rohingya tidak benar. "Saya melihat pemerintah Indonesia dan ASEAN masih belum jelas terhadap masalah ini. Indonesia tidak pernah membuat pernyataan yang cukup jelas," kata Ketua Majelis Ulama Indonesia tersebut.

Karena itu tidak cukup Indonesia, Malaysia dan Thailand hanya memutuskan tentang mau menampung pengungsi Rohingya, tapi seharusnya memberi isyarat kepada Myanmar bahwa tindakan mereka tidak benar, baik dari sudut prinsip-prinsip penegakan HAM juga dari sistem yang dianut di kawasan ini sebagai kawasan yang harus semakin didemokratisasikan.

"Harus ada sikap dari ASEAN yang terang yang bisa ditangkap oleh Myanmar bahwa kita tidak suka dengan cara mereka melakukan satu etnis 'cleansing', pengusiran dan lainnya itu harus kita kecam. Saya kira itu yang harus kita lakukan," tandasnya.

Dia mengatakan, kalau pertemuan menteri luar negeri tiga negara yaitu Indonesia, Malaysia dan Thailand yang menyatakan akan menampung sementara, sikap seperti ini tidak beda dan kelihatan tidak memiliki wibawa sebagai suatu stabilitas ASEAN.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement